Minggu, 24 Februari 2013

ME vs PRINCE OF CHARMING


Aku segera berlari menyusuri lorong kampus yang sudah sepi, karena sebagian kelas yang ku lewati memang sudah memulai jam kuliahnya. Untuk kesekian kalinya ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan ku.
“haaah sepertinya aku telat lagi.” Kupercepat gerakan kaki ku dan berharap segera sampai di kelasku.
Kini langkah ku terhenti tepat di depan pintu kelas. Dan benar saja, pak Risdan, dosen mata kuliah matematika ku sudah sampai lebih dulu di kelas dan mungkin sudah sejak tadi beliau memulai jam pelajarannya. Mengingat aku telat sudah hampir 30 menit yang lalu. Dengan ragu ku genggam handle pintu dan segera membukanya. Seketika  tubuhku bergetar hebat, ya bagaimana tidak? Ini sudah kali ketiga aku telat dalam jam mata kuliahnya. Dan pada keterlambatanku yang kedua dia bersumpah akan menghukumku jika aku terlambat lagi.  Tanpa diragukan lagi pasti aku akan kena hukumannya detik ini juga.
Pak Risdan menatapku yang mematung di depan pintu membayangkan cara apa yang akan digunakannya untuk menghukumku. Tatapannya begitu tajam layaknya seekor singa yang menemukan mangsanya dan itu sukses membuatku bergidik ngeri. Tanpa butuh waktu lama kini pak Risdan sudah ada tepat di hadapanku. Tangannya yang menggenggam sebuah penggaris perlahan digerakkan menuju kepalaku.
‘TUUUK’
“aaw, sakiiiit.” Teriakku refleks sesaat setelah pak Risdan berhasil mendaratkan penggaris kesayangannya itu tepat mengenai ujung kepalaku dan sukses membuat gelak tawa di ruangan ini memecah sesaat. Bagaimana rasanya? Jangan tanyakan itu, mungkin jika sekali lagi dia memukulku dengan kekuatan yang sama, aku akan hilang ingatan.
“itu hukuman karena kau tak menghiraukan peringatan bapak kemarin Yerin.” Katanya seraya kembali mendaratkan pukulannya di kepalaku untuk kedua kalinya, walaupun tidak sesakit yang pertama tadi.
“lain kali, jika kau terlambat lagi bapak akan melakukan yang lebih parah daripada ini. Kau mengerti Yerina Fazah Lazuardi?” Katanya seraya menyebut nama lengkapku dan tak lupa menambahkan nama keluargaku di belakangnya. Kata-katanya itu bak petir di siang bolong. Sangat mengerikan.
“baik pak. Maafkan saya.” Jawabku yang masih sibuk mengusap bekas pukulan pak Risdan tadi. Tanpa menunggu aba-aba darinya lagi, aku segera  berjalan menuju kursi kosong dan langsung mendudukinya.
“selamat datang Princess of Late. Tepat seperti dugaanku, kau pasti telat lagi. Dan memang sepertinya kau tidak akan bisa tidak datang terlambat. Iya kan Princess Yerina Fazah Lazuardi ? hahahaha.” Suara pria yang terdengar dari belakangku ini benar-benar membuat perasaanku semakin kacau pagi ini. Siapa lagi kalau bukan Prince of Charming, Kim Rio Hadiwinata. Pria blasteran Korea-Indonesia yang dikenal sebagai anak dari pengusaha properti terkaya nomer 5 se-Indonesia dengan sifatnya yang angkuh, dingin, egois, sok berkuasa, sok mempesona, dan sok paling segalanya. Dan satu lagi yang harus digaris bawahi, dia itu pria yang selalu saja mencari gara-gara denganku. Entah apa motifnya, aku tidak tahu dan memang aku tidak mau tau.
“diam kau, jangan menggodaku. Atau kau sudah bosan hidup ya Rio?” ucapku padanya dengan tatapan yang tak kalah menusuk dari tatapannya.
“oooh mengerikan Yerin.” Tukasnya dengan evil smirk-nya yang mampu membuat semua wanita terpesona setengah mati, ralat, maksudku semua wanita kecuali aku tentunya.
Aku tidak mempedulikan pernyataannya lagi dan segera mengeluarkan buku catatan dari tasku. Karena menurutku penyataannya itu tidak lebih penting jika dibandingkan dengan mata kuliah matematika ku saat ini.
“Yerin, kenapa kau terlambat datang lagi, hah?” kali ini pertanyaan datang dari wanita yang ada di sampingku.
“hehe, aku telat bangun lagi Naya. Dan kau tahu sendiri bukan bagaimana macetnya jalan di pagi hari?” Ucapku menjawab pertanyaan yang diajukan sahabatku barusan.
“issh kau ini selalu menggunakan alasan itu setiap kali kau telat. Aku sampai hafal dengan jawabanmu itu.” Aku hanya bisa nyengir dan tidak menjawab ucapannya lagi.

***

“Baiklah sampai jumpa di pertemuan yang akan datang. Wassalamu’alaikum.” Ucap pak Risdan seraya memberi salam kepada seluruh isi kelas.
“Wa’alaikum Salam Wr. Wb.” Jawab seisi ruangan dengan serempak. Sepeninggal pak Risdan, lagi-lagi Rio menggodaku.
“hai princess Yerin, besok datanglah lebih telat lagi oke ! aku ingin lihat apa yang akan dilakukan pak Risdan padamu.” Aku hanya menatapnya sinis dan segera keluar dari ruangan ini dan meninggalkannya yang sedang asik mentertawaiku. Pria itu benar-benar membuatku gila.
Ku langkahkan kakiku menuju sebuah meja ketika pandanganku menangkap sosok wanita yang selama 7 tahun belakangan ini menjadi sahabatku sedang terduduk di salah satu bangku yang ada di kantin ini sambil membaca buku novelnya. Yaa, dia itu jatuh cinta sekali pada novel. Bahkan mungkin 99% dari hidupnya diisi dengan membaca novel.
“Naya.........” panggilku sedikit berteriak saat menghampirinya. Naya menoleh sembari melontarkan senyumnya.
“sedang apa kau?” tanyaku yang sebetulnya aku sudah tau jawabannya. Ya hanya untuk sekedar basa-basi.
“oh Yerin, aku sedang membaca novel keluaran terbaru yang aku beli kemarin.” Jawabnya sambil terus memandang baris demi baris pada halaman novelnya.
“bagaimana nanti malam, kau bisa datang kan?” kali ini pertanyaanku mengalihkan perbincangan semula kami.
“nanti malam? Ooh Ya Tuhan, hampir saja aku lupa. Pasti aku akan datang Yerin.” Jawabnya dengan ekspresi sumringah.
“kalo begitu berdandanlah yang cantik. Dan kenakan pakaian yang formal, karena ayahku mengundang banyak rekan bisnisnya nanti malam.” Tukasku tak kalah sumringahnya dengan dia.
“apa itu harus Yerin?” tanyanya dengan ekspresi yang bisa dibilang sedang bingung.
“tentu saja Naya, kau tau rekan bisnis ayahku itu sebagian besar seorang eksekutif muda yang tampan. Bahkan lebih tampan dari seorang Prince of Charming itu.” Jawabku sembari memberikan penekanan pada kata ‘Prince of Charming’.
“benarkah? Hahaha kalian ini benar-benar musuh sejati rupanya.”
“dia yang memulainya Naya. Oh sudahlah, jangan bicarakan dia karena itu membuatku muak. Yasudah, datanglah nanti malam seperti yang ku instruksikan tadi. oke.” Jawabku lagi dan segera pergi darinya.

***

Jam menunjukan pukul 19.00 WIB, dan rumahku sudah dipenuhi banyak tamu undangan ayah. Hari ini adalah hari ulang tahun ayahku dan dia mengundang sebagian dari rekan-rekan bisnisnya untuk menghadiri pesta sederhana yang ayah buat, walaupun kenyataannya tidak sesederhana yang dikatakan. Mengingat ayah adalah pemilik perusahaan yang cukup ternama di kalangannya. Seperti yang ku bilang tadi, sebagian besar kolega bisnis ayah adalah seorang eksekutif muda yang berpenampilan menarik. Walaupun begitu tidak ada satupun yang menarik perhatianku.
“bagaimana Naya, apakah ada yang sesuai dengan seleramu?” tanyaku pada Naya bermaksud menggodanya.
“sama sekali tidak.” Jawab Naya sekenanya.
“ah yang benar saja kau ini. Apa tidak ada satupun?”
“lalu bagaimana denganmu? Apa ada yang mendekati kriteriamu?” bukannya menjawab Naya justru bertanya balik padaku.
Aku hanya menggeleng seraya memperhatikan penampilan para pria itu dengan seksama. Perbincangan kami terhenti ketika ayah memanggilku untuk segera mendekat kepadanya. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri ayah diikuti Naya yang berjalan dibelakangku.
“perkenalkan ini rekan kerja ayah sekaligus teman kuliah ayah dulu di Korea, om Romi Hadiwinata. Dan ini anaknya Rio.” Ujar ayah sembari memperkenalkan rekan kerjanya ini.
Mataku membulat dan betapa terkejutnya aku ketika yang kulihat di hadapanku saat ini adalah prince of charming yang sok mempesona itu seraya menunjukan senyuman sok manisnya padaku dan ayahku. Itu sungguh menjijikan.
“halo Yerina. Apa kabar?” sapanya kepadaku.
“jadi kalian sudah saling kenal sebelumnya?” tanya ayah kepada ku dan Rio.
“kami satu kampus om, bahkan satu kelas di jurusan yang sama.” Ujar Rio pada ayah sembari tersenyum simpul.
“oh bagus kalau begitu. Mungkin kalian bisa jadi teman baik seperti kami.” Ujar ayah yang langsung merangkul om Romi yang ada di sebelahnya.
“tentu saja om. Iyakan Yerina?” jawabnya bersamaan dengan pertanyaan yang dilontarkan kepadaku sambil menatapku penuh arti seakan memaksaku untuk menjawab ‘Iya’.
“oh iya tentu.” Kali ini aku angkat suara setelah sebelumnya hanya diam membisu.

***

Pagi yang cerah untuk ku lewati hari ini. Terlebih hari ini aku tidak telat  datang lagi seperti sebelumnya. Aku tidak harus berlari-lari untuk menuju kelas seperti kemarin. Ya, hari ini aku datang lebih pagi. Dan aku menang karena Rio pasti mengiraku terlambat lagi. Sesampainya di kelas aku langsung menyapa sahabatku, Naya.
“selamat pagi Naya.” Sapaanku sontak menghentikan aktifitasnya yang sedang asik membaca novel seperti biasanya.
“pagi Yerin, baguslah kau tidak telat lagi hehe.” Dia terkekeh sesaat setelah memandangku yang berdiri di hadapannya.
Tak berapa lama pak Risdan pun muncul dan segera memulai jam mata kuliahnya.
“ooh Yerin, kenapa kau tidak datang terlambat lagi haah? Padahal kan aku ingin melihat kau di hukum oleh pak Risdan, ckckck sayang sekali sepertinya princess of late tidak datang hari ini ya.” Tawanya membahana seusai menyelesaikan kalimatnya itu.
“hey Tuan Kim, tidak bisakah sehari saja kau tidak muncul di hidupku haah?” ucapku seraya menatapnya sinis.
“sepertinya tidak, hahahaha.” Dia beranjak dari hadapanku. Tapi sebelum dia benar-benar menghilang dari hadapanku dia menoleh dan mengucapkan kalimat terakhirnya.
“oiya Yerin, aktingmu benar-benar bagus kemarin malam. Hahaha.” Ucapnya sambil tertawa penuh kemenangan. Membuatku semakin geram terhadapnya.
Sebelum mood ku benar-benar hilang, kuputuskan untuk pergi bersama Naya menuju kantin. Setelah kami sampai kami segera duduk di salah satu meja di kantin ini. Tapi ternyata aku menyesali kedatanganku kesini setelah aku melihat seorang perusuh dan teman-temannya berjalan ke arahku. Sepertinya dia ingin cari gara-gara lagi denganku.
“minggir kau, aku ingin duduk disini.” Ucapnya padaku dengan gaya sok cool-nya. Tapi aku hanya diam tak menghiraukan kata-katanya barusan.
“kau dengar tidak kalau Rio ingin duduk disini?” pertanyaan itu muncul dari salah satu teman Rio yang ada di belakangnya.
“kau tidak lihat banyak tempat kosong disini hah?”
“aku ingin disini.” Jawabnya sembari melontarkan tatapan tajamnya ke arahku.
“baiklah. Ambil ini tuan Kim.” Aku langsung berdiri dan secepat mungkin meninggalkan Rio dan beberapa temannya itu.
Rio itu benar-benar menyebalkan. Pria sok mempesona yang kerjanya hanya mencari gara-gara denganku itu memang musuhku sejak awal aku bertemu dengannya. Saat itu aku tak sengaja menumpahkan air ke bajunya, dan semenjak itulah dia selalu menjadikanku bahan ejekannya. Tak hanya itu, dia juga saingan terberatku dalam bidang akademis. IP kami tak terpaut jauh bahkan hampir sama. Tanpa harus ku jelaskan lagi, kepintarannya juga sukses membuatnya populer setengah mati di kalangan para wanita di kampus ini. Sikapnya yang selalu ganti-ganti merk mobil pun juga kerap membuat dia terkenal seantero kampus. Tak lupa dengan wajah tampannya itu bak pangeran-pangeran asal korea yang selalu diidam-idamkan para wanita. Ah, apa hebatnya dia. Tapi bukan itu yang membuatku membencinya. Aku membencinya karena dia tidak bosan-bosannya mengerjaiku setiap saat sampai aku muak. Bahkan mungkin satu kampus tahu bahwa aku memang bermusuhan dengannya.

***

5 bulan kemudian

Sudah seminggu ini aku tidak pernah melihat Rio si prince of charming itu datang ke kampus. Aku tidak tahu apa alasannya. Apa dia sakit? Tidak biasanya dia bolos seperti ini. Yang aku tahu dia selalu rajin datang dan selalu memperhatikan jadwal kuliahnya. Kenapa aku jadi memikirkannya begini? Ooh lupakan saja.
Sampai akhirnya aku tahu alasannya mengapa Rio tak pernah masuk belakangan ini. Ayahku menceritakan semuanya padaku bahwa om Romi, ayah Rio dituduh sebagai tersangka dalam kasus penipuan yang melibatkan perusahaannya yang ada di Korea. Dan sekarang ayah dan ibu Rio sedang berurusan dengan kepolisian.
Setelah mendengar kabar buruk itu akhirnya aku memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya. Tapi usahaku sia-sia, kata salah satu dari pembantunya dia sama sekali tidak ingin ditemui oleh siapapun. Kerjanya setiap hari hanya mengurung diri di kamar. Tapi usahaku tak berhenti sampai  disini. Aku meminta  nomer handphonenya dari salah satu pembantunya tersebut. Dan setelah mendapatkannya aku segera pulang ke rumah. Dan sesampainya di rumah aku langsung mengirimkan pesan melalui handphoneku untuknya.
To : Rio
Aku sudah dengar kabarnya dari ayah. Aku harap kau baik-baik saja.
From : Rio
Apa pedulimu?
To : Rio
Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku peduli, bukankah ayahmu berteman baik dengan ayahku. Aku harap kau mau kembali masuk kuliah lagi seperti sebelumnya.
Dia tidak lagi membalas pesanku. Aku tahu ini pasti berat untuknya. Tapi semoga dia mau menuruti pesanku yang terakhir tadi.

***

Ternyata dia menurutinya. Hari ini kulihat dia berjalan menuju kelas dimana saat ini aku berada. Dia terlihat murung dan tidak bersemangat. Sikapnya benar-benar berubah. Tidak seperti sebelumnya yang selalu mengejekku saat dia melihatku. Padahal tadi dia sempat melihatku. Seperti bukan Rio yang aku kenal.
Aku melihatnya termenung sendiri di bangku kantin. Tanpa fikir panjang aku mendekatinya. Sambil ku bawakan sebotol minuman ringan untuknya. Berharap itu bisa menenangkannya.
“Rio..” sapaku yang kuakhiri dengan senyuman.
Tapi dia sama sekali tak bergeming. Jangankan menjawab, bahkan hanya untuk menolehkan wajahnya kearahku saja mungkin dia enggan.
“hey pria sok tampan, apa kau tidak ingin mengejekku lagi haah?” tanyaku berusaha memancing dia untuk bicara.
Tapi Rio malah berdiri dan segera berjalan menjauhiku setelah sebelumnya menatapku. Aku sama sekali tak bisa mengartikan apa maksud dari raut wajahnya tadi. Kurasa dia  benar-benar terpukul atas kejadian yang menimpa keluarganya. Ya, aku rasa demikian.
Saat aku beranjak pulang menuju rumahku, aku melihat Rio yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Seketika itu muncul ide untuk mengikutinya. Sejujurnya aku menghawatirkan sikapnya yang berubah seperti itu. Segera aku masuk kedalam mobilku dan membuntuti mobilnya dari belakang. Sampai beberapa saat kemudian aku sadar bahwa ini bukan arah menuju rumahnya. Aku terus saja mengikuti mobilnya sampai pada saat dia memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung tua yang tak terpakai. Kulihat dia turun dari mobilnya itu dan berjalan menuju anak tangga dan menaikinya. Akupun tanpa ragu terus membuntutinya dari jarak agak jauh karena khawatir dia akan mengetahui keberadaanku.
Sesampainya di atas ku edarkan pandanganku ke sekeliling berharap menemukan sosok yang aku ikuti tadi. akhirnya aku menemukannya sedang berdiri di tepi gedung seraya merentangkan tangannya seperti orang yang siap melompat ke bawah. Tunggu dulu, apa tadi yang aku bilang? Melompat? Apakah Rio benar-benar ingin melompat dan bunuh diri? tanpa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan di otakku itu, segera aku berteriak memanggilnya sebelum apa yang aku bayangkan benar-benar terjadi.
“Rio, jangan kau lakukan itu Rio! Aku tau kau sangat sedih dan sangat terpukul atas kejadian ini. Tapi masa depanmu masih panjang. Jangan kau berpikiran dengan mengakhiri hidupmu semua masalah akan selesai.” Aku berteriak sekeras mungkin.
“apa maksudmu mengakhiri hidup?” dia menoleh dan balik bertanya kepadaku.
“jangan bunuh diri Rio, aku mohon. Orang tuamu pasti sedih jika sampai kau melakukan hal ini.”
“hahahahahahaha...” bukannya menjawab dia justru tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataanku barusan.
Dia mendekatiku dengan senyuman manisnya itu. Di letakkannya telujuknya itu tepat di hadapan dahiku.
“hey bodoh, mana mungkin aku melakukan hal sebodoh itu. Hahaha, kau ini memang benar-benar bodoh ya hahaha.” Jawabnya diliputi dengan gelak tawanya.
Dengan tawanya yang seperti itu aku dapat merasakan dirinya yang dulu kembali saat ini. Dia tidak lagi murung seperti sebelumnya. tawanya yang selalu membuatku jengkel saat itu, dan kini aku dapat merasakannya kembali.
“hey gadis bodoh.” Panggilnya seraya mengibaskan tangannya di hadapan wajahku dan sukses membuyarkan lamunanku.

***

Dua minggu berlalu semenjak kejadian saat aku mengiranya akan bunuh diri waktu itu. Sungguh aku benar-benar malu karena telah salah menyangkanya akan bunuh diri. Dan semenjak kejadian itu, sedikit demi sedikit kami jadi teman baik. Dia juga menjadi pribadi yang terbuka terhadapku. Walaupun sikap menjengkelkannya masih tetap ada, tetapi tidak separah dulu.
“hey bodoh, apa kau bawa mobil hari ini? Apa tidak ingin pulang bersamaku?” tanyanya saat kami akan pulang ke rumah masing-masing.
“heeeh, berhenti memanggilku bodoh prince of charming. Tidak, mobilku sedang di bengkel.”
“kalo begitu ayo!” ajaknya sambil menarikku menuju mobilnya yang tak jauh dari posisi kami saat ini.
“kyaaaa... kau ini bodoh sekali Rioooo.” Teriakku refleks karena terkejut akan perilakunya yang tiba-tiba menarik tanganku menuju mobilnya.
Sesampainya di halaman rumahku aku segera turun dari Mercedes silvernya ini. Tapi sebelum aku turun aku sempat menawarkannya untuk mampir lebih dulu sebelum dia pulang.
“hey mr. Charming, apa kau tidak mau mampir dulu dan bertemu orang tuaku?” tanyaku kepadanya. Terlihat ekspresinya seperti orang yang sedang berpikir lalu mengangguk dan tersenyum.
“assalamu’alaikum.” Kusempatkan salam sebelum aku menerobos masuk pintu rumahku.
“wa’alaikum salam.” Jawab kedua orang tuaku yang sedang duduk di sofa ruang tamu saat ini. Sepertinya mereka sedang kedatangan tamu.
“ayah, bunda, ada Rio.” Ujarku pada mereka.
“pa, ma, kenapa kalian ada disini?” tanya rio kepada kedua orang tuanya yang ternyata adalah tamu yang ku maksud tadi. Dan rupanya aku baru sadar kalau tamu ayah yaitu om Romi dan istrinya.
“Rio, papa bebas dari semua tuduhan dan semua itu berkat om Herry ayah Yerin, yang membuktikan kebenarannya.” Ujar om Romi seraya melontarkan senyumnya ke arah kami.
“iya Rio, ternyata papamu difitnah oleh rekan kerjanya sendiri.” Lanjut ayah memperjelas maksud om Romi tadi.
“benarkah? Terima kasih banyak om, tante.” Jawabnya kepada orang tuaku dengan senyum sumringahnya.
“dan..” kalimatnya menggantung lalu dengan cepat menolehkan wajahnya ke arahku dan menggenggam kedua tanganku.
“terima kasih Yerin. Terima kasih atas semuanya. Terima kasih atas jasa kedua orang tuamu, terima kasih atas semua dukunganmu selama ini, terima kasih selama ini kau sama sekali tidak pernah dendam padaku walaupun aku selalu menjahilimu. Dan terima kasih atas julukanmu padaku, Prince of Charming. Aku menyukainya. Terima Kasih gadis bodoh.” Lanjutnya seraya menampilkan senyum simpulnya. Aku benar-benar merasa aneh pada diriku. Seketika jantungku memompa lebih cepat saat Rio menggenggam tanganku tadi. Darahku terasa berdesir dengan cepatnya. Apa ini? Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum senang menjawab ucapan terima kasihnya.
“oh sebaiknya kita harus berbesan Romi. Hahaha.” Tukas ayah kepada sahabat karibnya itu.
“benar Her, bagaimana kalau kita jodohkan mereka?”
“apa? Dijodohkan?” ujarku dan Rio secara bersamaan.



**TAMAT**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar