Minggu, 24 Februari 2013

[Day's Story] Fathem...


Rina Handayani Pertiwi nama yang selalu terniang dalam pikiran Daey. Ya, setelah Rina meninggal hidup daey mulai dibekuki rasa penyesalan. Jika seandainya pada malam 14 Maret 2009 itu ia datang menemui Rina, mungkin kejadian itu tak mungkin tarjadi. Sosok Rina pun masih tergambar jelas dalam benak Daey, awal pertama jumpa perjumpa dipernikahan Nana & Riswan seakan selalu tersimpan dalan benaknya, bibir tipis penebar senyum damai, wajah cerah binarnya, tuturkata yang begitu lembut. Itulah alasan mengapa Daey jatuh cinta pada Rina. Selalu Daey sisihkan hari jumat pagi tuk datang menyambangi singgah terakhir wanita pujaanya yang kini beralamat di TPU Menteng Pulo Jakarta Selatan.
Pertemuan dengan Babe, lelaki paruh baya dengan pangilan tak asik lagi untuk penjaga TPU ditempat Rina dimakamkan yang kini menjadi teman curhat ketika penat menyambarinya hingga menyangkut wanita perjodohan dari sahabat dan orang tuanya. Kisah persahabatanya dengan Babe berawal disaat hari Senin pukul 07.00 yang bertepatan 7 hari meninggalnya Rina, Daey dengan necis memakai baju serba putih dengan buah tangan seikat bunga mawar dan sebuah kitab yasin akan ia lantunkan untuk Rina.
Sesampai di TPU ia mulai melangkah kakinya hingga ia menemukan nisan berwarna putih dengan balutan rumput hijau yang masih bertabur dengan bunga segar dan beberapa tulisan bela sungkawa dari jajaran staf perusahaan Ayahnya beserta rekan bisnisnya. Ada pula sebuah vas keramik diatasnya untuk menaruh kuntungan bunga yang telah dibawa pelayat untuk Rina. Begitu rapih makam Rina begitu pula makam yang lainnya. Semua makam yang disana laksana tamana yang indah buakan seperti tempat makama yang lainnya penuh dengan sampah dan menyeramkan.
Daey pun duduk disamping makam dan mulai melantunkan ayat-ayat indah Allah sembari mengingat kisah indah dengan Rina, tak sadar butiran air mata jatuh menetes membahasi buku yasin yang dibawanya, langit pun menyadari kesedihan yang di derita Daey dengan seketika hujan datang namun Daey masih enggan menghintari hujan, hingga baju putihnya basah dan kotor penuh cipratan tanah.
Babe sosok paruh baya penjaga TPU datang dengan menyambangi dengan membawa payung. suruhnya Daey untuk pulang atau berteduh sejenak dipos depan TPU.
Tepat disanalah awal perkenalan Babe dan Daey sebuah Pos penjagaan yang berada di depan samping kanan berdirilah bangunan bertembok biru.
Rasa dingin yang mulai menghingap hingga menusuk kulit Daey dan serunya Babe untuk mengganti pakaian dengan pakaiannya. Kini Daey telah berganti baju ala betawi secara Babe kental banget dengan unsur betawi, ya... dengan kaos putih dan celana bahan hitam beserta belt hijau besar bukan untuk aksesoris pakaian melainkan sebagai pengikat pinggang karen celana Babe yang terlalu besar bagi Daey. Postur badan Babe yang dibilang mirip Dedi Mizwar sedangkan Daey postur tubuh tinggi atletis layaknya pemain basket.
Cerita pun terjalin antara Daey dan Babe sembari mensluput kopi yang telah dibuat Babe. Daey menceritakan kisah pilunya. Babe terdiam dan raut mukanya pun menjadi sedih takala teringat dengan mendiang istri pertamanya yaitu Lela cewek primadona dusun kebon rambutan yang ia takhlukan dengan susah payah namun meninggal disaat usia pernikahan masih 4 hari ia jalani bersamanya.
“Lela meninggal setelah mobil dengan kecepatan tinggi datang menghantam badannya disaat ia mengantarkan makan siang untuk Babe diladang. Ya... peristiwa na-as itu, hingga sekarang masih melakat dalam benak Babe.” Ceritanya dengan nada gemetar menahan sedih namun tetap tegar.
Hujan pun telah berhenti dan Daey pun bergegas berpamitan kepada Babe setelah milihat Guess warna silver menunjukkan  pukul 17:15 dan mulai meninggalkan TPU Menteng Pulo Jak-Sel untuk acara tahlilan tujuh hari Rina meninggal.
***
Pukul 19.30 di kediaman Rina telah ramai, suasana duka masih menyelimuti. Terlihan Ibunda dari Rina bermata sembab sesekali menghapus setetes air yang jatuh. Saat itu Daey datang bersama Riswan dan Nana. Daey melihat sosok lelaki yang ia kenal sedang duduk disamping kedua orang tua Rina. Ya... sosok itu Arul calon suami Rina.
Daey pun menuju kedua orang tua Rina saat itu untuk memberikan rasa turut berduka. Namun disaat Daey ingin mengucapkan rasa duka seseorang menepis tangan Daey saat ia ingin bersalaman dengan kedua orang tua Rina dan suara layaknya stereo dengan volume tinggi terdengar.
“Ngapain Bung kesini... semua ini gara-gara loe Rina meninggal. Dengan berat hati gw dah ngelepasin dia buat loe, tapi kenapa loe nga dateng dimalam itu. Malam dimana nantinya loe akan menggantikan gw sebagai mempelai lelakinya... kemana aja loe bung.... Rina nungguin loe ditaman hingga pagi hari. Dimana perasaan loe, cewek nunggu ampe pagi hari cuma pengen ngutarain rasa...” berhenti Arul mengambil nafas.
“rasa-perasaan itu.. (lanjutnya) untung saja Nana membujuk Rina untuk pulang, disaat semua badan Rina membeku kedinginan dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya. Sampenya dirumah ia tulis sebuah surat untuk mu mungkin ia sadaer waktu itu adalah hari terakhirnya. Sekarang loe ngapain lagi disini !” Nada Arul membludak tak terkontrol hingga semua jamaah yang datang terpaku pada dua sosok lelaki Arul dan Daey.
Tangan Arul pun hampir saja mendarat di pipi Daey namun Ayah Rina menghadangnya dan menyuruh mereka masuk kedalam kamar. Ayah Rina pun mengiringnya kesebuah kamar dan ia ungkapkan semua rasa sedihnya.
“Rina adalah anak pertama saya dari dua anak yang saya punya. Dia sosok anak berbakti dan tak pearnah mengeluh disaat penyakitnya mulai mengrogoti tubuhnya. Sekarang dia telah pergi, untuk apa kalian bertengkar Rina sudah tidak tidak ada lagi, kalian hanya membuat malu kami jika masih bertengkar seprti yang terjadi diluar. Malu saya...!” lontarnya Ayah Rina kepada Arul dan Daey.
Acara tahlilan masih berlanjut namun tanpa Arul dan Daey karena dia disurh pulang oleh Ayah Rina. Walaupun mereka saat itu mengelak.
***
Setelah malam itu Daey merasa makin bertambah salah, hari makin berganti dan hari jumat pun tiba ia beli sebuah mawar sebelum ia mengajar ia sempatkan datang ke TPU dan menceritakan hidup seminggu ini kepada batu nisan Rina. Lalu ia beranjak ke pos dimana ia biasanya mendapatkan kopi dan nasihat petuah dari Babe. Setelah itu ia pun langsung beraktivitas mengajar seperti biasanya.
***
Tiga tahun berlalu. Daey masih belum menemukan sosok Rina yang ia cari hingga suatu hari disaat ulang tahunnya yang ke 30 tahun ia diberi wejangan oleh orang tuanya mengenai pernikahan dimana orang tua Daey ingin melihat Daey menikah dan mendambakan seorang cucu darinya.
“Umur kamu sekarang sudah mapan untuk menikah, apakah kamu tidak ingin menikah Daey ?” tanya Umi.
“Daey masih belum menemukan pendamping yang cocok mi !” balas Daey
“Abah punya sahabat, anaknya cantik, sopan, pintar dan sudah seminggu ini dia baru pulang dari Singapure menyelesaikan tugas S2-nya. Kamu mau Abah kenalkan dengannya ? sekalian kita bersilaturahmi dengan keluarganya. Abah sudah lama nga main kerumahnya.” Timpal Abah
“Tapi bah... ?” Daey mengelak
“Abah ingin sekali melihat kamu menikah sebelum abah meninggal dan abah ingin merasakan menimang cucu Daey. Kamu adalah satu-satunya anak abah dan umi !” jelas Abah.
 “Abah dan Umi langsung teringat kamu disaat Abah dan Umi menyambangi rumahnya 3 tahun yang lalu, dan Abah meminta sahabat Abah untuk mengikatny dalam perjanjian perjodohan...” TINDAS Umi kala itu.
Daey pun hanya terdiam dan tiba-tiba terucap kata-kata tanpa ia fikirkan lebih jauh lagi. Terlontarlah dalam bibirnya.
“Jika menurut abah ia adalah gadis yang cocok untuk aku, maka kenalkan aku dengannya dan buat resepsi secepatnya. Aku nga mau membuat kalian kecewa dan merasa aku berduhaka.” Jawabnya dengan nada bijak namun penuh arti.
Keesokan harinya abah menelphone sahabatnya dan membicarakan mengenai janji pada waktu 3 tahun yang lalu dan tujuan esok ia datang kerumah gadis itu serta  memastikan apakah anaknya belum dipinang oleh orang lain.
***
Hari minggu tepatnya keluarga Daey datang mengunjungi rumah sahabat Abahnya beserta calon istri tepatnya untuk Daey. Dirumah Abah dan Umi tengah sibuk dengan baju yang chic untuk bertemu calon mantu idamannya. Walaupun mereka belum tau apakah calon menantunya itu akan memilih Daey sebagai imamnya kelak. Daey dengan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu sama dengan perasaanya masih bimbang dengan keputusannya itu.
Mulailah Daey mengucapkan “Bismillahirahmanirrahim” Daey mengarahkan  mobil Cadillac Escalde ESV milik Abahnya itu menuju rumah yang beralamat di Jalan komplek Pulo Indah blok 9D Jakarta Timur.
***
Sesampainya disana klakson dibunyikan sinyal untuk dibukaan gerbang oleh satpam rumah. Gaya rumah minimalis clasic sudah menyambut dan Daey mulai memakirkan mobilnya tepat di samping mobil Jazz merah.
Terlihat seorang gadis anggun paras arabic dengan pakaian gamis panjang warna kontras merah kuning tercampur membentuk wave itu menebar senyum manis kepada Daey dan keluarga, Abah dan Umi membalas senyum itu. Kecuali Daey yang hanya diam dan sesekali matanya melihat sekeliling kebun penuh dengan tanaman Bongsai, Angrek dan Evorbia.
Umi menyodorkan bingkisan yang dibungkusan chiamik kepada Fathem pangilan gadis itu dengan nama lengkap Kaneza Willa Fathem dan Fathem menerimanya sampil mencium tangan Umi dan Abah. Umi pun memuji penampilan Fathem saat itu juga.
“Wah!! Malam ini  Fathem cantik sekali. Cocoklah” Ucap Umi padanya sambil melirik Daey. Ucapan itu membuat sebuah tanda tanya besar dihati Daey. Cocok?
”Ah, Bu Ranti bisa saja. Terima kasih atas pujiannya” Sahut  Fatem dan bergegas ke dapur dan mengambil minuman dibelakang. Lalu menyodorkan satu persatu minuman dan makanan ringan yang ia taruh dimeja dan mempersilahkan.
Tiba-tiba saja kedua mata Fathem beradu pandang dengan Daey saat memberikan minum pada Daey, namun sejenak Daey memalingkan pandangan kearah Bu Dina orang tua dari Fathem. Dan mengucapkan terimakasih saat fathem beranjak pergi. Awalnya Fathem disuruh mamanya untuk tetap tinggal diruang tamu tapi ia menolaknya.
Abah langsung menjelaskan dengan jelas maksud kedatangannya beserta keluarganya.
”Ya, tujuan kami datang kesini ini kan, selain untuk menyambung silaturrahim juga untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting, menyangkut anak-anak kita yang sudah besar-besar. Betul tidak Pak, Bu?”
”Ya ya, betul betul” Sahut Pak Sardi.
”Saya yakin Bapak sama Ibu pasti sudah tahu apa tujuan kami datang kesini” Lanjut Abah.
”Saya hendak melamar putri kalian untuk anak kami, Daefan Yaslan. Bagaimana Pak, Bu?”
”uhuuukkk!!” Daey pun tersendak dan tak menyangka bahwa apa yang ia bicarakan kemarin ternyata serius. Dan Fathem yang mendengarnya pun sempat tak heran karena ia telah mengetahui masalah ini 3 tahun yang lalu.
Ia mulai merasa jatuh cinta pada Daey saat orang tuanya memberikan foto Daey padanya. Walaupun sebelumnya ia mengelak untuk dijodohi.
Keringat dingin tiba-tiba saja membasahi sekujur tubuh Daey. Perlahan Daey menarik nafas mendengar jawaban Pak Sardi.
”Ya, kami sangat senang atas keinginan Bapak dan Ibu untuk menjadikan anak kami sebagai menantu. Merupakan suatu kebanggaan bagi kami bisa berbesan dengan Bapak dan Ibu. Dengan senang hati kami menerima pinangan itu. Semoga ini menjadi langkah awal untuk kebaikan kita bersama.”
”Amin!” Jawab semuanya serentak.
Dalam hati Daey bertanya-tanya. Kenapa Abah mengambil keputusan yang benar benar sulit bagiku, ku sangka pembicaraan kemarin hanyalah gretakan saja ?
”Fathem ! Kesini sebentar Nak!” Panggil Bu Dina.
”Iya Ma, sebentar” Sahut Fathem sambil menata diri agar tidak tampak gugup. Daey pun melihat Fathem dengan wajah tanpa arti dan membuat Fathem menjadi tambah gugup.
”Kamu sudah mendengar kan, Apa yang barusan kami perbincangakan?” Tanya Bu Dina kepada anaknya itu sambil mengusap-usap bahunya. Fathem mengangguk pelan.
”Lalu bagaimana dengan kamunya? Menerima tidak?” Tanya Bu Dina.
”Dengan segala kerendahan hati, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang aku miliki, maka dengan menyebut nama Allah... Aku menerimanya” Fathem pun menjawabnya.
Semua yang ada diruang tamu tertawa bahagia. Kecuali, Daey. Fathem menatapnya dengan penuh tanya. Ada apa dengannya? Dia hanya menunduk. Sesekali bibirnya tersenyum ketika matanya menatap wajah Bu Dina dan Pak Sardi. Daey pada malam itu hanya diam hanya menjawab apa yang sebaiknya ia jawab. Abah, Umi, Pak Sardi, dan Bu Dina mulai membicarakan semua proses pernikahan. Daey pun hanya terdiam dan mendengarkan apa yang mereka katakan.
Semuanya sudah ditentukan. Prosesi pernikahan jatuh pada tanggal 23 Juni 2012. Dan mahar, Fathem minta agar Daey cukup memberikan aku seperangkat alat shalat, satu buah Al-Qur’an, sebuah cincin emas. Setelah semua selesai dan beres dengan rapi, Daey dan keluarganya pamit pulang. Fathem pun ikut mengantarkan mereka sampai depan pintu.
***

Setelah tiba dirumah Daey langsung masuk ke dalam kamar dan mulai mengambil secarik kertas yang nantinya akan ia berikan kepada Fathem. Keesokan harinya pagi-pagi sekali Daey berangkat menuju rumah Fathem dan memberikan surat yang telah ia buat semalam kepada Pa Jo (satpam) yang telah berada di depan gerbang. Turunlah Daey dari satrianya.
“Pak saya titip ini untuk Fathem ya...! tolong sampaikan dari Daey...” pesannya pada satpam itu.
“Baik, tidak masuk dulu...” tanya satpam.
“tidak, saya musti balik ke kampus untuk mengajar. Terima kasih pak.” Sahutnya dan langsung cau dengan motor satria.
***

Pak Jo panggilan satpam dirumah keluarga Fathem itu, Pak Jo pun langsung memberikan surat yang telah diamanatkannya untuk diberikan kepada majikannya yang paling cantik nan baik hari itu.
“Mba Fathem... (panggilnya), ada surat dari Mas Daey...” seru Pak Jo kepada Fathem.
“Ciee... baru semalem ketemu, pagi-pagi udah dapet surat cinta aja...” canda mamanya.
Dengan rasa senangnya, Fathem langsung beranjak ke kamar untuk membaca surat dari Daey. Rasa senangnya berubah takala ia membaca surat dari Daey yang berisi...

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Kepada yang terhormat
Kaneza Willa Fathem
Di tempat

Aku sengaja menulis surat ini dengan tulisan tanganku sendiri. Berharap kau bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan ketika orang tuaku memaksaku untuk segera menikah. Asal kau tahu saja, pinangan atas dirimu sebenarnya bukan aku yang menginginkan, melainkan orang tuaku.
Mereka bilang, mereka ingin sekali melihat aku anaknya cepat-cepat menikah dan mendapatkan cucu dari ku. Ia pun memilih mu menjadikan mantunya sejak pertama kali melihatmu 3 tahun yang lalu, hati mereka langsung tergerak untuk menjadikanmu sebagai menantu. Lagi pula orang tuaku dan orang tuamu berteman sejak lama. Tapi maaf, itu semua diluar kemauanku. Dan maaf sekali lagi, aku tidak pernah berniat menikahimu. Semua ini adalah rencana orang tuaku dan orang tuamu untuk menjodohkan kita.
Aku tahu hal ini adalah hal bodoh yang pernah aku lakukan sepanjang hidupku. Aku juga tahu bahwa jika semua ini benar-benar terjadi, maka akan banyak orang yang aku bohongi. Terlebih lagi, aku akan menjadi seorang pecundang dan pengecut karena telah menyakiti perasaanmu.
Pernikahan bukanlah suatu hal yang main-main untuk dijalankan. Terlebih lagi bila tidak dilandasi dengan rasa cinta. Sesungguhnya, masih ada ’nama’ lain yang mengisi relung hatiku hingga saat ini.
Mungkin ketika membaca surat ini, matamu sudah dipenuhi dengan air mata. Aku akan berusaha mengganti air matamu itu dengan usahaku untuk dapat mencintaimu. Maaf, beribu-ribu maaf aku minta kepadamu.
Dan tolong jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Aku yakin kau mengerti seperti apa posisiku. Sekian dulu surat dariku. Bila semua ini kurang berkenan dihatimu, mohon dibukakan pintu maafmu untukku.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Dari Seorang Pengecut


Daefan Yaslan


Surat itu membuat hati Fathem hancur disangkanya surat cinta dari Daey namun petaka bak petir menghujam jantungnya. Esok paginya Fathem berbincang pada kedua orangtuanya untuk membatalkan acara pernikahan dengan Daey, sontak kedua orang tua kaget dan tak menginkan hal tersebut.
***
Tak terasa hari pernikahan Daey dengan Fathem tinggal menghitung hari. Tradisi Daey menyambangi TPU tetap ia jalankan setiap Jumat pagi, semua kisah hidupnya selalu ia ceritakan pada Rina dan tak ketinggalan Babe. Babe pun hanya memberikan nasihat
“jangan kau sakiti hati wanita karena jika menyakitinya berarti kau menyakiti hati ibumu sendiri !” kata Babe selalu menjadi bekal dalam diri Daey untuk mulai belajar mencintai Fathem walaupun menurut Daey sulit untuknya melupakan kenangan antara dirinya dan Rina.
***
Tanggal 23 Juni 2012 acara pernikahan Daey dan Fathem digelar tampak Daey tegang saat mengikrarkan janjinya kepada agama untuk menuntun Fathem menjadi wanita yang lebih baik dan selalu menjadi ma’mum dalam kesehariannya. Dengan membaca “Bismillahirrahmanirrahim” Deay mengucapkan kesediaannya menjadi suami dariFathe.
Rona wajah Fathem sedih bukan karena terharu namun karena suaminya tidak menikahinya dengan landasan cinta melainkan rasa paksaan. Daey pun menyadari itu. Mungkin semua yang lain beranggapan beda dengan hal tersebut.
Rumah yang telah disiapkan oleh orang tua Daey sebagai tempat keluarganya kelak telah ditampati Daey dan Fathem.
***
Hampir dua tahun usia pernikahan Daey dan Fathem, namun Daey masih saja belum dapat mencintai Fathem sepenuhnya. Padahal Fathem telah menjadi istri yang penyabar dan selalu menjadi istri yang baik dimata Daey, namun Daey masih saja belum dapat mencintainya.
Malam itu Daey selalu pulang hingga larut malam tanpa mengabarkan Fathem, istrinya yang dirumah gelisah memikirkan sualinya yang belum jua pulang. Daey pun pulang disaat Fathem sudah ketiduran di ruang tamu dan ia bangunkan Fathem.
Pagi harinya Fathem tak tahan dengan sikap Daey yang selalu berperilaku dingin kepadanya. Fathem pun mengeluarkan semua unek-unek yang ada diotaknya.
“Kamu nilai aku apa Mas... patung atau robot yang tidak mempunyai hati. Aku seorang wanita yang menginginkan rasa cinta, perhatian dan kasih sayang dari seorang suami... (isak tangis Fathem mulai terdengar) setiap hari ku bangun memasak, menyuci, menyetrika, selalu menunngumu disaat kau belum pulang agar kita bisa makan malam bersama, memberikan perhatian. Semua ku lakukan pekerjaan ku sebagai istri dengan ikhlas dan berharapku mendapatkan imbalan cinta dan kasih sayang darimu tapi apa balasanmu, kau hanya pergi ke kuburan itu dan menceritakan semua kejadian yang telah kau alami disebuah nisan yang tanpa memberikanmu jawaban dari semua yang telah kau cerita. Selalu membawa seikat bunga mawar...” isak tangis dan rasa kecewa yang hinggap di hati Fathem mulai meloncak.
“Demi Allah.... saya iri dengan nisan yang kau sambangi di setiap jum’at pagi. Iri dengan sebidang batu yang dapat menakhlukkan hatimu...” tambah jelasnya
“Aku sudah nga kuat Mas...” Fathem berhenti berkata
“Aku ingin kita pisah saja...” lanjutnya, dengan derai air mata dan rasa kecewa ditariknya dua koper berwarna hitam dan merah yang berisi semua baju-bajunya dari dalam kamar dan bergegas meninggalkan Daey yang hanya duduk terpaku di sofa kamar.
Daey tak dapat berkata satuh katapun, semua yang dikatakan Fathem benar. Andai saat itu Daey tidak mengucapkan kata-kata “terserah” kepada kedua orang tuanya, mungkin kejadiannya tidak seperti ini. Mungkin ia tak akan bertemu dan menikah dengan Fathem.
Sepeninggalnya Fathem dari rumah Daey mulai merasa kehilangan. Tak terasa Fathem telah pergi selama seminggu dalam kehidupannya.
Ras beda dimana ia rasakan saat dirinya pulang malam, biasanya ada wanita yang menunggunya di ruang tamu hingga pulas tertidur dan ia pun merindukan masakan dan suara lembut penuh perhatian dari Fathem yang biasanya selalu tak ia pedulikan.
***
Hari jum’at pagi ia pun datang kesinggah sana Rina di TPU Menteng Pulo, dengan tidak membawa seikat mawar merah seperti biasanya dan ia kesana bukan dengan maksud menceritakan semua pengalaman kisah hidupnya selama seminggu ini. Namun sebaliknya berpamitan dan meminta maaf untuk tidak sesering biasanya untuk datang melayatnya.
Daey mulai menyadari bahwa Fathem adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk memperindah hari-harinya dan melengkapi tulang rusuknya yang hilang.
Dengan rasa semangat tanpa rasa takut ia mulai meluncurkan satria hitamnya menuju Kompleks Taman Pulo Indah Blok 9D, untuk menjemput sang bidadarinya tersebut.
Sesampainya disana Daey yang ingin bertemu dengan Fathem di-introgasi oleh kedua mertuanya. Tak beberapa lama ia menceritakan semua permasalahan yang terjadi, hingga akhirnya Daey disuruh kekamar Fathem oleh kedua.
Masuklah ia kedalam kamar Fathem. Daey pun dengan rasa bersalahnya datang mendekati Fathem yang kala itu sedang duduk diranjang.  Berlutut Daey dihadapan Fathem dan mengucapkan rasa terima kasihnya karena telah bersabar untuk mendapatkan hatinya. Sambil meminta maaf sedalam-dalamnya dan tanpa disadari air mata Daey menetes ditangan Fatjem saat ia pegang tangannya.
Fathem merasa luluh mendengar semua kalimat yang dikatakan oleh Daey dan kini dimulailah awal sebuah kehidupan keluarga yang indah penuh dengan cinta dan kasih antara Daey dan Fathem.

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar