Rina Handayani Pertiwi nama yang selalu terniang dalam pikiran Daey. Ya,
setelah Rina meninggal hidup daey mulai dibekuki rasa penyesalan. Jika seandainya
pada malam 14 Maret 2009 itu ia datang menemui Rina, mungkin kejadian itu tak
mungkin tarjadi. Sosok Rina pun masih tergambar jelas dalam benak Daey, awal pertama
jumpa perjumpa dipernikahan Nana & Riswan seakan selalu tersimpan dalan
benaknya, bibir tipis penebar senyum damai, wajah cerah binarnya, tuturkata
yang begitu lembut. Itulah alasan mengapa Daey jatuh cinta pada Rina. Selalu
Daey sisihkan hari jumat pagi tuk datang menyambangi singgah terakhir wanita
pujaanya yang kini beralamat di TPU Menteng Pulo Jakarta Selatan.
Pertemuan dengan Babe, lelaki paruh baya dengan pangilan tak asik lagi
untuk penjaga TPU ditempat Rina dimakamkan yang kini menjadi teman curhat ketika
penat menyambarinya hingga menyangkut wanita perjodohan dari sahabat dan orang
tuanya. Kisah persahabatanya dengan Babe berawal disaat hari Senin pukul 07.00
yang bertepatan 7 hari meninggalnya Rina, Daey dengan necis memakai baju serba putih
dengan buah tangan seikat bunga mawar dan sebuah kitab yasin akan ia lantunkan
untuk Rina.
Sesampai di TPU ia mulai melangkah kakinya hingga ia menemukan nisan
berwarna putih dengan balutan rumput hijau yang masih bertabur dengan bunga
segar dan beberapa tulisan bela sungkawa dari jajaran staf perusahaan Ayahnya
beserta rekan bisnisnya. Ada pula sebuah vas keramik diatasnya untuk menaruh
kuntungan bunga yang telah dibawa pelayat untuk Rina. Begitu rapih makam Rina
begitu pula makam yang lainnya. Semua makam yang disana laksana tamana yang
indah buakan seperti tempat makama yang lainnya penuh dengan sampah dan
menyeramkan.
Daey pun duduk disamping makam dan mulai melantunkan ayat-ayat indah Allah
sembari mengingat kisah indah dengan Rina, tak sadar butiran air mata jatuh menetes
membahasi buku yasin yang dibawanya, langit pun menyadari kesedihan yang di
derita Daey dengan seketika hujan datang namun Daey masih enggan menghintari
hujan, hingga baju putihnya basah dan kotor penuh cipratan tanah.
Babe sosok paruh baya penjaga TPU datang dengan menyambangi dengan membawa
payung. suruhnya Daey untuk pulang atau berteduh sejenak dipos depan TPU.
Tepat disanalah awal perkenalan Babe dan Daey sebuah Pos penjagaan yang
berada di depan samping kanan berdirilah bangunan bertembok biru.
Rasa dingin yang mulai menghingap hingga menusuk kulit Daey dan serunya
Babe untuk mengganti pakaian dengan pakaiannya. Kini Daey telah berganti baju
ala betawi secara Babe kental banget dengan unsur betawi, ya... dengan kaos putih
dan celana bahan hitam beserta belt
hijau besar bukan untuk aksesoris pakaian melainkan sebagai pengikat pinggang
karen celana Babe yang terlalu besar bagi Daey. Postur badan Babe yang dibilang
mirip Dedi Mizwar sedangkan Daey postur tubuh tinggi atletis layaknya pemain
basket.
Cerita pun terjalin antara Daey dan Babe sembari mensluput kopi yang
telah dibuat Babe. Daey menceritakan kisah pilunya. Babe terdiam dan raut
mukanya pun menjadi sedih takala teringat dengan mendiang istri pertamanya
yaitu Lela cewek primadona dusun kebon rambutan yang ia takhlukan dengan susah
payah namun meninggal disaat usia pernikahan masih 4 hari ia jalani bersamanya.
“Lela meninggal setelah mobil dengan kecepatan tinggi datang menghantam
badannya disaat ia mengantarkan makan siang untuk Babe diladang. Ya...
peristiwa na-as itu, hingga sekarang masih melakat dalam benak Babe.” Ceritanya
dengan nada gemetar menahan sedih namun tetap tegar.
Hujan pun telah berhenti dan Daey pun bergegas berpamitan kepada Babe
setelah milihat Guess warna silver menunjukkan pukul 17:15 dan mulai meninggalkan TPU
Menteng Pulo Jak-Sel untuk acara tahlilan tujuh hari Rina meninggal.
***
Pukul 19.30 di kediaman Rina telah ramai, suasana duka masih
menyelimuti. Terlihan Ibunda dari Rina bermata sembab sesekali menghapus
setetes air yang jatuh. Saat itu Daey datang bersama Riswan dan Nana. Daey
melihat sosok lelaki yang ia kenal sedang duduk disamping kedua orang tua Rina.
Ya... sosok itu Arul calon suami Rina.
Daey pun menuju kedua orang tua Rina saat itu untuk memberikan rasa
turut berduka. Namun disaat Daey ingin mengucapkan rasa duka seseorang menepis tangan
Daey saat ia ingin bersalaman dengan kedua orang tua Rina dan suara layaknya stereo dengan volume tinggi terdengar.
“Ngapain Bung kesini... semua ini gara-gara loe Rina meninggal. Dengan
berat hati gw dah ngelepasin dia buat loe, tapi kenapa loe nga dateng dimalam
itu. Malam dimana nantinya loe akan menggantikan gw sebagai mempelai lelakinya...
kemana aja loe bung.... Rina nungguin loe ditaman hingga pagi hari. Dimana
perasaan loe, cewek nunggu ampe pagi hari cuma pengen ngutarain rasa...” berhenti
Arul mengambil nafas.
“rasa-perasaan itu.. (lanjutnya) untung saja Nana membujuk Rina untuk
pulang, disaat semua badan Rina membeku kedinginan dengan darah yang terus
mengalir dari hidungnya. Sampenya dirumah ia tulis sebuah surat untuk mu
mungkin ia sadaer waktu itu adalah hari terakhirnya. Sekarang loe ngapain lagi
disini !” Nada Arul membludak tak terkontrol hingga semua jamaah yang datang
terpaku pada dua sosok lelaki Arul dan Daey.
Tangan Arul pun hampir saja mendarat di pipi Daey namun Ayah Rina
menghadangnya dan menyuruh mereka masuk kedalam kamar. Ayah Rina pun
mengiringnya kesebuah kamar dan ia ungkapkan semua rasa sedihnya.
“Rina adalah anak pertama saya dari dua anak yang saya punya. Dia sosok
anak berbakti dan tak pearnah mengeluh disaat penyakitnya mulai mengrogoti
tubuhnya. Sekarang dia telah pergi, untuk apa kalian bertengkar Rina sudah
tidak tidak ada lagi, kalian hanya membuat malu kami jika masih bertengkar
seprti yang terjadi diluar. Malu saya...!” lontarnya Ayah Rina kepada Arul dan
Daey.
Acara tahlilan masih berlanjut namun tanpa Arul dan Daey karena dia
disurh pulang oleh Ayah Rina. Walaupun mereka saat itu mengelak.
***
Setelah malam itu Daey merasa makin bertambah salah, hari makin berganti
dan hari jumat pun tiba ia beli sebuah mawar sebelum ia mengajar ia sempatkan
datang ke TPU dan menceritakan hidup seminggu ini kepada batu nisan Rina. Lalu
ia beranjak ke pos dimana ia biasanya mendapatkan kopi dan nasihat petuah dari
Babe. Setelah itu ia pun langsung beraktivitas mengajar seperti biasanya.
***
Tiga tahun berlalu. Daey masih belum menemukan sosok Rina yang ia cari
hingga suatu hari disaat ulang tahunnya yang ke 30 tahun ia diberi wejangan
oleh orang tuanya mengenai pernikahan dimana orang tua Daey ingin melihat Daey
menikah dan mendambakan seorang cucu darinya.
“Umur kamu sekarang sudah mapan untuk menikah, apakah kamu tidak ingin
menikah Daey ?” tanya Umi.
“Daey masih belum menemukan pendamping yang cocok mi !” balas Daey
“Abah punya sahabat, anaknya cantik, sopan, pintar dan sudah seminggu
ini dia baru pulang dari Singapure menyelesaikan tugas S2-nya. Kamu mau Abah
kenalkan dengannya ? sekalian kita bersilaturahmi dengan keluarganya. Abah
sudah lama nga main kerumahnya.” Timpal Abah
“Tapi bah... ?” Daey mengelak
“Abah ingin sekali melihat kamu menikah sebelum abah meninggal dan abah
ingin merasakan menimang cucu Daey. Kamu adalah satu-satunya anak abah dan umi
!” jelas Abah.
“Abah dan Umi langsung teringat
kamu disaat Abah dan Umi menyambangi rumahnya 3 tahun yang lalu, dan Abah meminta
sahabat Abah untuk mengikatny dalam perjanjian perjodohan...” TINDAS Umi kala
itu.
Daey pun hanya terdiam dan tiba-tiba terucap kata-kata tanpa ia fikirkan
lebih jauh lagi. Terlontarlah dalam bibirnya.
“Jika menurut abah ia adalah gadis yang cocok untuk aku, maka kenalkan
aku dengannya dan buat resepsi secepatnya. Aku nga mau membuat kalian kecewa
dan merasa aku berduhaka.” Jawabnya dengan nada bijak namun penuh arti.
Keesokan harinya abah menelphone sahabatnya dan membicarakan mengenai
janji pada waktu 3 tahun yang lalu dan tujuan esok ia datang kerumah gadis itu
serta memastikan apakah anaknya belum
dipinang oleh orang lain.
***
Hari minggu tepatnya keluarga Daey datang mengunjungi rumah sahabat Abahnya
beserta calon istri tepatnya untuk Daey. Dirumah Abah dan Umi tengah sibuk
dengan baju yang chic untuk bertemu calon mantu idamannya. Walaupun mereka
belum tau apakah calon menantunya itu akan memilih Daey sebagai imamnya kelak.
Daey dengan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu sama dengan perasaanya masih
bimbang dengan keputusannya itu.
Mulailah Daey mengucapkan “Bismillahirahmanirrahim” Daey mengarahkan mobil Cadillac
Escalde ESV milik Abahnya itu menuju rumah yang beralamat di Jalan komplek
Pulo Indah blok 9D Jakarta Timur.
***
Sesampainya disana klakson dibunyikan sinyal untuk dibukaan gerbang oleh
satpam rumah. Gaya rumah minimalis clasic sudah menyambut dan Daey mulai
memakirkan mobilnya tepat di samping mobil Jazz merah.
Terlihat seorang gadis anggun paras arabic dengan pakaian gamis panjang
warna kontras merah kuning tercampur membentuk wave itu menebar senyum manis kepada
Daey dan keluarga, Abah dan Umi membalas senyum itu. Kecuali Daey yang hanya
diam dan sesekali matanya melihat sekeliling kebun penuh dengan tanaman
Bongsai, Angrek dan Evorbia.
Umi menyodorkan bingkisan yang dibungkusan chiamik kepada Fathem
pangilan gadis itu dengan nama lengkap Kaneza Willa Fathem dan Fathem menerimanya
sampil mencium tangan Umi dan Abah. Umi pun memuji penampilan Fathem saat itu
juga.
“Wah!! Malam ini Fathem cantik
sekali. Cocoklah” Ucap Umi padanya sambil melirik Daey. Ucapan itu membuat
sebuah tanda tanya besar dihati Daey. Cocok?
”Ah, Bu Ranti bisa saja. Terima kasih atas pujiannya” Sahut Fatem dan bergegas ke dapur dan mengambil minuman
dibelakang. Lalu menyodorkan satu persatu minuman dan makanan ringan yang ia taruh
dimeja dan mempersilahkan.
Tiba-tiba saja kedua mata Fathem beradu pandang dengan Daey saat
memberikan minum pada Daey, namun sejenak Daey memalingkan pandangan kearah Bu
Dina orang tua dari Fathem. Dan mengucapkan terimakasih saat fathem beranjak
pergi. Awalnya Fathem disuruh mamanya untuk tetap tinggal diruang tamu tapi ia menolaknya.
Abah langsung menjelaskan dengan jelas maksud kedatangannya beserta
keluarganya.
”Ya, tujuan kami datang kesini ini kan, selain untuk menyambung
silaturrahim juga untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting, menyangkut
anak-anak kita yang sudah besar-besar. Betul tidak Pak, Bu?”
”Ya ya, betul betul” Sahut Pak Sardi.
”Saya yakin Bapak sama Ibu pasti sudah tahu apa tujuan kami datang
kesini” Lanjut Abah.
”Saya hendak melamar putri kalian untuk anak kami, Daefan Yaslan.
Bagaimana Pak, Bu?”
”uhuuukkk!!” Daey
pun tersendak dan tak menyangka bahwa apa yang ia bicarakan kemarin ternyata serius.
Dan Fathem yang mendengarnya pun sempat tak heran karena ia telah mengetahui
masalah ini 3 tahun yang lalu.
Ia mulai merasa jatuh cinta pada Daey saat orang tuanya memberikan foto
Daey padanya. Walaupun sebelumnya ia mengelak untuk dijodohi.
Keringat dingin tiba-tiba saja membasahi sekujur tubuh Daey. Perlahan
Daey menarik nafas mendengar jawaban Pak Sardi.
”Ya, kami sangat senang atas keinginan Bapak dan Ibu untuk menjadikan
anak kami sebagai menantu. Merupakan suatu kebanggaan bagi kami bisa berbesan
dengan Bapak dan Ibu. Dengan senang hati kami menerima pinangan itu. Semoga ini
menjadi langkah awal untuk kebaikan kita bersama.”
”Amin!” Jawab semuanya serentak.
Dalam hati Daey bertanya-tanya. Kenapa Abah mengambil keputusan yang
benar benar sulit bagiku, ku sangka pembicaraan kemarin hanyalah gretakan saja
?
”Fathem ! Kesini sebentar Nak!” Panggil Bu Dina.
”Iya Ma, sebentar” Sahut Fathem sambil menata diri agar tidak tampak
gugup. Daey pun melihat Fathem dengan wajah tanpa arti dan membuat Fathem
menjadi tambah gugup.
”Kamu sudah mendengar kan, Apa yang barusan kami perbincangakan?” Tanya
Bu Dina kepada anaknya itu sambil mengusap-usap bahunya. Fathem mengangguk
pelan.
”Lalu bagaimana dengan kamunya? Menerima tidak?” Tanya Bu Dina.
”Dengan segala kerendahan hati, dengan segala kekurangan dan kelebihan
yang aku miliki, maka dengan menyebut nama Allah... Aku menerimanya” Fathem pun
menjawabnya.
Semua yang ada diruang tamu tertawa bahagia. Kecuali, Daey. Fathem menatapnya
dengan penuh tanya. Ada apa dengannya? Dia hanya menunduk. Sesekali bibirnya
tersenyum ketika matanya menatap wajah Bu Dina dan Pak Sardi. Daey pada malam
itu hanya diam hanya menjawab apa yang sebaiknya ia jawab. Abah, Umi, Pak
Sardi, dan Bu Dina mulai membicarakan semua proses pernikahan. Daey pun hanya
terdiam dan mendengarkan apa yang mereka katakan.
Semuanya sudah ditentukan. Prosesi pernikahan jatuh pada tanggal 23 Juni
2012. Dan mahar, Fathem minta agar Daey cukup memberikan aku seperangkat alat
shalat, satu buah Al-Qur’an, sebuah cincin emas. Setelah semua selesai dan
beres dengan rapi, Daey dan keluarganya pamit pulang. Fathem pun ikut
mengantarkan mereka sampai depan pintu.
***
Setelah
tiba dirumah Daey langsung masuk ke dalam kamar dan mulai mengambil secarik
kertas yang nantinya akan ia berikan kepada Fathem. Keesokan harinya pagi-pagi
sekali Daey berangkat menuju rumah Fathem dan memberikan surat yang telah ia
buat semalam kepada Pa Jo (satpam) yang telah berada di depan gerbang. Turunlah
Daey dari satrianya.
“Pak
saya titip ini untuk Fathem ya...! tolong sampaikan dari Daey...” pesannya pada
satpam itu.
“Baik,
tidak masuk dulu...” tanya satpam.
“tidak,
saya musti balik ke kampus untuk mengajar. Terima kasih pak.” Sahutnya dan
langsung cau dengan motor satria.
***
Pak
Jo panggilan satpam dirumah keluarga Fathem itu, Pak Jo pun langsung memberikan
surat yang telah diamanatkannya untuk diberikan kepada majikannya yang paling
cantik nan baik hari itu.
“Mba
Fathem... (panggilnya), ada surat dari Mas Daey...” seru Pak Jo kepada Fathem.
“Ciee...
baru semalem ketemu, pagi-pagi udah dapet surat cinta aja...” canda mamanya.
Dengan
rasa senangnya, Fathem langsung beranjak ke kamar untuk membaca surat dari
Daey. Rasa senangnya berubah takala ia membaca surat dari Daey yang berisi...
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Kepada
yang terhormat
Kaneza
Willa Fathem
Di
tempat
Aku
sengaja menulis surat ini dengan tulisan tanganku sendiri. Berharap kau bisa
merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Aku tak tahu lagi apa yang harus aku
lakukan ketika orang tuaku memaksaku untuk segera menikah. Asal kau tahu saja,
pinangan atas dirimu sebenarnya bukan aku yang menginginkan, melainkan orang
tuaku.
Mereka
bilang, mereka ingin sekali melihat aku anaknya cepat-cepat menikah dan
mendapatkan cucu dari ku. Ia pun memilih mu menjadikan mantunya sejak pertama
kali melihatmu 3 tahun yang lalu, hati mereka langsung tergerak untuk
menjadikanmu sebagai menantu. Lagi pula orang tuaku dan orang tuamu berteman
sejak lama. Tapi maaf, itu semua diluar kemauanku. Dan maaf sekali lagi, aku
tidak pernah berniat menikahimu. Semua ini adalah rencana orang tuaku dan orang
tuamu untuk menjodohkan kita.
Aku
tahu hal ini adalah hal bodoh yang pernah aku lakukan sepanjang hidupku. Aku
juga tahu bahwa jika semua ini benar-benar terjadi, maka akan banyak orang yang
aku bohongi. Terlebih lagi, aku akan menjadi seorang pecundang dan pengecut
karena telah menyakiti perasaanmu.
Pernikahan
bukanlah suatu hal yang main-main untuk dijalankan. Terlebih lagi bila tidak
dilandasi dengan rasa cinta. Sesungguhnya, masih ada ’nama’ lain yang mengisi
relung hatiku hingga saat ini.
Mungkin
ketika membaca surat ini, matamu sudah dipenuhi dengan air mata. Aku akan
berusaha mengganti air matamu itu dengan usahaku untuk dapat mencintaimu. Maaf,
beribu-ribu maaf aku minta kepadamu.
Dan
tolong jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Aku yakin kau mengerti seperti
apa posisiku. Sekian dulu surat dariku. Bila semua ini kurang berkenan
dihatimu, mohon dibukakan pintu maafmu untukku.
Wassalamu’alaikum.
Wr. Wb
Dari
Seorang Pengecut
Daefan
Yaslan
Surat itu membuat hati Fathem hancur disangkanya surat cinta dari Daey
namun petaka bak petir menghujam jantungnya. Esok paginya Fathem berbincang
pada kedua orangtuanya untuk membatalkan acara pernikahan dengan Daey, sontak
kedua orang tua kaget dan tak menginkan hal tersebut.
***
Tak terasa hari pernikahan Daey dengan Fathem tinggal menghitung hari.
Tradisi Daey menyambangi TPU tetap ia jalankan setiap Jumat pagi, semua kisah
hidupnya selalu ia ceritakan pada Rina dan tak ketinggalan Babe. Babe pun hanya
memberikan nasihat
“jangan kau sakiti hati wanita karena jika menyakitinya berarti kau menyakiti
hati ibumu sendiri !” kata Babe selalu menjadi bekal dalam diri Daey untuk
mulai belajar mencintai Fathem walaupun menurut Daey sulit untuknya melupakan
kenangan antara dirinya dan Rina.
***
Tanggal 23 Juni 2012 acara pernikahan Daey dan Fathem digelar tampak
Daey tegang saat mengikrarkan janjinya kepada agama untuk menuntun Fathem
menjadi wanita yang lebih baik dan selalu menjadi ma’mum dalam kesehariannya.
Dengan membaca “Bismillahirrahmanirrahim” Deay mengucapkan kesediaannya menjadi
suami dariFathe.
Rona wajah Fathem sedih bukan karena terharu namun karena suaminya tidak
menikahinya dengan landasan cinta melainkan rasa paksaan. Daey pun menyadari
itu. Mungkin semua yang lain beranggapan beda dengan hal tersebut.
Rumah yang telah disiapkan oleh orang tua Daey sebagai tempat
keluarganya kelak telah ditampati Daey dan Fathem.
***
Hampir dua tahun usia pernikahan Daey dan Fathem, namun Daey masih saja
belum dapat mencintai Fathem sepenuhnya. Padahal Fathem telah menjadi istri
yang penyabar dan selalu menjadi istri yang baik dimata Daey, namun Daey masih
saja belum dapat mencintainya.
Malam itu Daey selalu pulang hingga larut malam tanpa mengabarkan
Fathem, istrinya yang dirumah gelisah memikirkan sualinya yang belum jua
pulang. Daey pun pulang disaat Fathem sudah ketiduran di ruang tamu dan ia
bangunkan Fathem.
Pagi harinya Fathem tak tahan dengan sikap Daey yang selalu berperilaku dingin
kepadanya. Fathem pun mengeluarkan semua unek-unek yang ada diotaknya.
“Kamu nilai aku apa Mas... patung atau robot yang tidak mempunyai hati.
Aku seorang wanita yang menginginkan rasa cinta, perhatian dan kasih sayang
dari seorang suami... (isak tangis Fathem mulai terdengar) setiap hari ku
bangun memasak, menyuci, menyetrika, selalu menunngumu disaat kau belum pulang
agar kita bisa makan malam bersama, memberikan perhatian. Semua ku lakukan pekerjaan
ku sebagai istri dengan ikhlas dan berharapku mendapatkan imbalan cinta dan
kasih sayang darimu tapi apa balasanmu, kau hanya pergi ke kuburan itu dan
menceritakan semua kejadian yang telah kau alami disebuah nisan yang tanpa
memberikanmu jawaban dari semua yang telah kau cerita. Selalu membawa seikat
bunga mawar...” isak tangis dan rasa kecewa yang hinggap di hati Fathem mulai
meloncak.
“Demi Allah.... saya iri dengan nisan yang kau sambangi di setiap jum’at
pagi. Iri dengan sebidang batu yang dapat menakhlukkan hatimu...” tambah
jelasnya
“Aku sudah nga kuat Mas...” Fathem berhenti berkata
“Aku ingin kita pisah saja...” lanjutnya, dengan derai air mata dan rasa
kecewa ditariknya dua koper berwarna hitam dan merah yang berisi semua
baju-bajunya dari dalam kamar dan bergegas meninggalkan Daey yang hanya duduk
terpaku di sofa kamar.
Daey tak dapat berkata satuh katapun, semua yang dikatakan Fathem benar.
Andai saat itu Daey tidak mengucapkan kata-kata “terserah” kepada kedua orang
tuanya, mungkin kejadiannya tidak seperti ini. Mungkin ia tak akan bertemu dan
menikah dengan Fathem.
Sepeninggalnya Fathem dari rumah Daey mulai merasa kehilangan. Tak
terasa Fathem telah pergi selama seminggu dalam kehidupannya.
Ras beda dimana ia rasakan saat dirinya pulang malam, biasanya ada
wanita yang menunggunya di ruang tamu hingga pulas tertidur dan ia pun
merindukan masakan dan suara lembut penuh perhatian dari Fathem yang biasanya
selalu tak ia pedulikan.
***
Hari jum’at pagi ia pun datang kesinggah sana Rina di TPU Menteng Pulo,
dengan tidak membawa seikat mawar merah seperti biasanya dan ia kesana bukan
dengan maksud menceritakan semua pengalaman kisah hidupnya selama seminggu ini.
Namun sebaliknya berpamitan dan meminta maaf untuk tidak sesering biasanya untuk
datang melayatnya.
Daey mulai menyadari bahwa Fathem adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk
memperindah hari-harinya dan melengkapi tulang rusuknya yang hilang.
Dengan rasa semangat tanpa rasa takut ia mulai meluncurkan satria
hitamnya menuju Kompleks Taman Pulo Indah Blok 9D, untuk menjemput sang
bidadarinya tersebut.
Sesampainya disana Daey yang ingin bertemu dengan Fathem di-introgasi
oleh kedua mertuanya. Tak beberapa lama ia menceritakan semua permasalahan yang
terjadi, hingga akhirnya Daey disuruh kekamar Fathem oleh kedua.
Masuklah ia kedalam kamar Fathem. Daey pun dengan rasa bersalahnya
datang mendekati Fathem yang kala itu sedang duduk diranjang. Berlutut Daey dihadapan Fathem dan
mengucapkan rasa terima kasihnya karena telah bersabar untuk mendapatkan
hatinya. Sambil meminta maaf sedalam-dalamnya dan tanpa disadari air mata Daey
menetes ditangan Fatjem saat ia pegang tangannya.
Fathem merasa luluh mendengar semua kalimat yang dikatakan oleh Daey dan
kini dimulailah awal sebuah kehidupan keluarga yang indah penuh dengan cinta
dan kasih antara Daey dan Fathem.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar