Aku segera berlari menyusuri lorong kampus yang
sudah sepi, karena sebagian kelas yang ku lewati memang sudah memulai jam kuliahnya.
Untuk kesekian kalinya ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan ku.
“haaah sepertinya aku telat lagi.” Kupercepat
gerakan kaki ku dan berharap segera sampai di kelasku.
Kini langkah ku terhenti tepat di depan pintu
kelas. Dan benar saja, pak Risdan, dosen mata kuliah matematika ku sudah sampai
lebih dulu di kelas dan mungkin sudah sejak tadi beliau memulai jam
pelajarannya. Mengingat aku telat sudah hampir 30 menit yang lalu. Dengan ragu
ku genggam handle pintu dan segera membukanya. Seketika tubuhku bergetar hebat, ya bagaimana tidak?
Ini sudah kali ketiga aku telat dalam jam mata kuliahnya. Dan pada
keterlambatanku yang kedua dia bersumpah akan menghukumku jika aku terlambat
lagi. Tanpa diragukan lagi pasti aku
akan kena hukumannya detik ini juga.
Pak Risdan menatapku yang mematung di depan pintu
membayangkan cara apa yang akan digunakannya untuk menghukumku. Tatapannya
begitu tajam layaknya seekor singa yang menemukan mangsanya dan itu sukses
membuatku bergidik ngeri. Tanpa butuh waktu lama kini pak Risdan sudah ada
tepat di hadapanku. Tangannya yang menggenggam sebuah penggaris perlahan
digerakkan menuju kepalaku.
‘TUUUK’
“aaw, sakiiiit.” Teriakku refleks sesaat setelah
pak Risdan berhasil mendaratkan penggaris kesayangannya itu tepat mengenai
ujung kepalaku dan sukses membuat gelak tawa di ruangan ini memecah sesaat.
Bagaimana rasanya? Jangan tanyakan itu, mungkin jika sekali lagi dia memukulku
dengan kekuatan yang sama, aku akan hilang ingatan.
“itu hukuman karena kau tak menghiraukan peringatan
bapak kemarin Yerin.” Katanya seraya kembali mendaratkan pukulannya di kepalaku
untuk kedua kalinya, walaupun tidak sesakit yang pertama tadi.
“lain kali, jika kau terlambat lagi bapak akan
melakukan yang lebih parah daripada ini. Kau mengerti Yerina Fazah Lazuardi?” Katanya
seraya menyebut nama lengkapku dan tak lupa menambahkan nama keluargaku di
belakangnya. Kata-katanya itu bak petir di siang bolong. Sangat mengerikan.
“baik pak. Maafkan saya.” Jawabku yang masih sibuk
mengusap bekas pukulan pak Risdan tadi. Tanpa menunggu aba-aba darinya lagi,
aku segera berjalan menuju kursi kosong
dan langsung mendudukinya.
“selamat datang Princess of Late. Tepat seperti
dugaanku, kau pasti telat lagi. Dan memang sepertinya kau tidak akan bisa tidak
datang terlambat. Iya kan Princess Yerina Fazah Lazuardi ? hahahaha.” Suara
pria yang terdengar dari belakangku ini benar-benar membuat perasaanku semakin
kacau pagi ini. Siapa lagi kalau bukan Prince of Charming, Kim Rio Hadiwinata. Pria
blasteran Korea-Indonesia yang dikenal sebagai anak dari pengusaha properti
terkaya nomer 5 se-Indonesia dengan sifatnya yang angkuh, dingin, egois, sok
berkuasa, sok mempesona, dan sok paling segalanya. Dan satu lagi yang harus
digaris bawahi, dia itu pria yang selalu saja mencari gara-gara denganku. Entah
apa motifnya, aku tidak tahu dan memang aku tidak mau tau.
“diam kau, jangan menggodaku. Atau kau sudah bosan
hidup ya Rio?” ucapku padanya dengan tatapan yang tak kalah menusuk dari
tatapannya.
“oooh mengerikan Yerin.” Tukasnya dengan evil smirk-nya yang mampu membuat semua
wanita terpesona setengah mati, ralat, maksudku semua wanita kecuali aku
tentunya.
Aku tidak mempedulikan pernyataannya lagi dan
segera mengeluarkan buku catatan dari tasku. Karena menurutku penyataannya itu
tidak lebih penting jika dibandingkan dengan mata kuliah matematika ku saat
ini.
“Yerin, kenapa kau terlambat datang lagi, hah?”
kali ini pertanyaan datang dari wanita yang ada di sampingku.
“hehe, aku telat bangun lagi Naya. Dan kau tahu
sendiri bukan bagaimana macetnya jalan di pagi hari?” Ucapku menjawab
pertanyaan yang diajukan sahabatku barusan.
“issh kau ini selalu menggunakan alasan itu setiap
kali kau telat. Aku sampai hafal dengan jawabanmu itu.” Aku hanya bisa nyengir
dan tidak menjawab ucapannya lagi.
***
“Baiklah sampai jumpa di pertemuan yang akan
datang. Wassalamu’alaikum.” Ucap pak Risdan seraya memberi salam kepada seluruh
isi kelas.
“Wa’alaikum Salam Wr. Wb.” Jawab seisi ruangan
dengan serempak. Sepeninggal pak Risdan, lagi-lagi Rio menggodaku.
“hai princess Yerin, besok datanglah lebih telat
lagi oke ! aku ingin lihat apa yang akan dilakukan pak Risdan padamu.” Aku
hanya menatapnya sinis dan segera keluar dari ruangan ini dan meninggalkannya
yang sedang asik mentertawaiku. Pria itu benar-benar membuatku gila.
Ku langkahkan kakiku menuju sebuah meja ketika
pandanganku menangkap sosok wanita yang selama 7 tahun belakangan ini menjadi
sahabatku sedang terduduk di salah satu bangku yang ada di kantin ini sambil
membaca buku novelnya. Yaa, dia itu jatuh cinta sekali pada novel. Bahkan
mungkin 99% dari hidupnya diisi dengan membaca novel.
“Naya.........” panggilku sedikit berteriak saat
menghampirinya. Naya menoleh sembari melontarkan senyumnya.
“sedang apa kau?” tanyaku yang sebetulnya aku sudah
tau jawabannya. Ya hanya untuk sekedar basa-basi.
“oh Yerin, aku sedang membaca novel keluaran
terbaru yang aku beli kemarin.” Jawabnya sambil terus memandang baris demi
baris pada halaman novelnya.
“bagaimana nanti malam, kau bisa datang kan?” kali
ini pertanyaanku mengalihkan perbincangan semula kami.
“nanti malam? Ooh Ya Tuhan, hampir saja aku lupa.
Pasti aku akan datang Yerin.” Jawabnya dengan ekspresi sumringah.
“kalo begitu berdandanlah yang cantik. Dan kenakan
pakaian yang formal, karena ayahku mengundang banyak rekan bisnisnya nanti
malam.” Tukasku tak kalah sumringahnya dengan dia.
“apa itu harus Yerin?” tanyanya dengan ekspresi
yang bisa dibilang sedang bingung.
“tentu saja Naya, kau tau rekan bisnis ayahku itu
sebagian besar seorang eksekutif muda yang tampan. Bahkan lebih tampan dari
seorang Prince of Charming itu.” Jawabku sembari memberikan penekanan pada kata
‘Prince of Charming’.
“benarkah? Hahaha kalian ini benar-benar musuh
sejati rupanya.”
“dia yang memulainya Naya. Oh sudahlah, jangan
bicarakan dia karena itu membuatku muak. Yasudah, datanglah nanti malam seperti
yang ku instruksikan tadi. oke.” Jawabku lagi dan segera pergi darinya.
***
Jam menunjukan pukul 19.00 WIB, dan rumahku sudah
dipenuhi banyak tamu undangan ayah. Hari ini adalah hari ulang tahun ayahku dan
dia mengundang sebagian dari rekan-rekan bisnisnya untuk menghadiri pesta
sederhana yang ayah buat, walaupun kenyataannya tidak sesederhana yang
dikatakan. Mengingat ayah adalah pemilik perusahaan yang cukup ternama di
kalangannya. Seperti yang ku bilang tadi, sebagian besar kolega bisnis ayah
adalah seorang eksekutif muda yang berpenampilan menarik. Walaupun begitu tidak
ada satupun yang menarik perhatianku.
“bagaimana Naya, apakah ada yang sesuai dengan
seleramu?” tanyaku pada Naya bermaksud menggodanya.
“sama sekali tidak.” Jawab Naya sekenanya.
“ah yang benar saja kau ini. Apa tidak ada
satupun?”
“lalu bagaimana denganmu? Apa ada yang mendekati
kriteriamu?” bukannya menjawab Naya justru bertanya balik padaku.
Aku hanya menggeleng seraya memperhatikan penampilan
para pria itu dengan seksama. Perbincangan kami terhenti ketika ayah
memanggilku untuk segera mendekat kepadanya. Tanpa pikir panjang aku langsung
menghampiri ayah diikuti Naya yang berjalan dibelakangku.
“perkenalkan ini rekan kerja ayah sekaligus teman
kuliah ayah dulu di Korea, om Romi Hadiwinata. Dan ini anaknya Rio.” Ujar ayah
sembari memperkenalkan rekan kerjanya ini.
Mataku membulat dan betapa terkejutnya aku ketika yang
kulihat di hadapanku saat ini adalah prince of charming yang sok mempesona itu
seraya menunjukan senyuman sok manisnya padaku dan ayahku. Itu sungguh
menjijikan.
“halo Yerina. Apa kabar?” sapanya kepadaku.
“jadi kalian sudah saling kenal sebelumnya?” tanya
ayah kepada ku dan Rio.
“kami satu kampus om, bahkan satu kelas di jurusan
yang sama.” Ujar Rio pada ayah sembari tersenyum simpul.
“oh bagus kalau begitu. Mungkin kalian bisa jadi
teman baik seperti kami.” Ujar ayah yang langsung merangkul om Romi yang ada di
sebelahnya.
“tentu saja om. Iyakan Yerina?” jawabnya bersamaan
dengan pertanyaan yang dilontarkan kepadaku sambil menatapku penuh arti seakan
memaksaku untuk menjawab ‘Iya’.
“oh iya tentu.” Kali ini aku angkat suara setelah
sebelumnya hanya diam membisu.
***
Pagi yang cerah untuk ku lewati hari ini. Terlebih
hari ini aku tidak telat datang lagi
seperti sebelumnya. Aku tidak harus berlari-lari untuk menuju kelas seperti
kemarin. Ya, hari ini aku datang lebih pagi. Dan aku menang karena Rio pasti
mengiraku terlambat lagi. Sesampainya di kelas aku langsung menyapa sahabatku,
Naya.
“selamat pagi Naya.” Sapaanku sontak menghentikan
aktifitasnya yang sedang asik membaca novel seperti biasanya.
“pagi Yerin, baguslah kau tidak telat lagi hehe.”
Dia terkekeh sesaat setelah memandangku yang berdiri di hadapannya.
Tak berapa lama pak Risdan pun muncul dan segera
memulai jam mata kuliahnya.
“ooh Yerin, kenapa kau tidak datang terlambat lagi
haah? Padahal kan aku ingin melihat kau di hukum oleh pak Risdan, ckckck sayang
sekali sepertinya princess of late tidak datang hari ini ya.” Tawanya membahana
seusai menyelesaikan kalimatnya itu.
“hey Tuan Kim, tidak bisakah sehari saja kau tidak
muncul di hidupku haah?” ucapku seraya menatapnya sinis.
“sepertinya tidak, hahahaha.” Dia beranjak dari
hadapanku. Tapi sebelum dia benar-benar menghilang dari hadapanku dia menoleh
dan mengucapkan kalimat terakhirnya.
“oiya Yerin, aktingmu benar-benar bagus kemarin
malam. Hahaha.” Ucapnya sambil tertawa penuh kemenangan. Membuatku semakin
geram terhadapnya.
Sebelum mood ku benar-benar hilang, kuputuskan
untuk pergi bersama Naya menuju kantin. Setelah kami sampai kami segera duduk
di salah satu meja di kantin ini. Tapi ternyata aku menyesali kedatanganku
kesini setelah aku melihat seorang perusuh dan teman-temannya berjalan ke arahku.
Sepertinya dia ingin cari gara-gara lagi denganku.
“minggir kau, aku ingin duduk disini.” Ucapnya
padaku dengan gaya sok cool-nya. Tapi
aku hanya diam tak menghiraukan kata-katanya barusan.
“kau dengar tidak kalau Rio ingin duduk disini?”
pertanyaan itu muncul dari salah satu teman Rio yang ada di belakangnya.
“kau tidak lihat banyak tempat kosong disini hah?”
“aku ingin disini.” Jawabnya sembari melontarkan
tatapan tajamnya ke arahku.
“baiklah. Ambil ini tuan Kim.” Aku langsung berdiri
dan secepat mungkin meninggalkan Rio dan beberapa temannya itu.
Rio itu benar-benar menyebalkan. Pria sok mempesona
yang kerjanya hanya mencari gara-gara denganku itu memang musuhku sejak awal
aku bertemu dengannya. Saat itu aku tak sengaja menumpahkan air ke bajunya, dan
semenjak itulah dia selalu menjadikanku bahan ejekannya. Tak hanya itu, dia
juga saingan terberatku dalam bidang akademis. IP kami tak terpaut jauh bahkan
hampir sama. Tanpa harus ku jelaskan lagi, kepintarannya juga sukses membuatnya
populer setengah mati di kalangan para wanita di kampus ini. Sikapnya yang
selalu ganti-ganti merk mobil pun juga kerap membuat dia terkenal seantero
kampus. Tak lupa dengan wajah tampannya itu bak pangeran-pangeran asal korea
yang selalu diidam-idamkan para wanita. Ah, apa hebatnya dia. Tapi bukan itu
yang membuatku membencinya. Aku membencinya karena dia tidak bosan-bosannya
mengerjaiku setiap saat sampai aku muak. Bahkan mungkin satu kampus tahu bahwa
aku memang bermusuhan dengannya.
***
5 bulan kemudian
Sudah seminggu ini aku tidak pernah melihat Rio si
prince of charming itu datang ke kampus. Aku tidak tahu apa alasannya. Apa dia
sakit? Tidak biasanya dia bolos seperti ini. Yang aku tahu dia selalu rajin
datang dan selalu memperhatikan jadwal kuliahnya. Kenapa aku jadi memikirkannya
begini? Ooh lupakan saja.
Sampai akhirnya aku tahu alasannya mengapa Rio tak
pernah masuk belakangan ini. Ayahku menceritakan semuanya padaku bahwa om Romi,
ayah Rio dituduh sebagai tersangka dalam kasus penipuan yang melibatkan
perusahaannya yang ada di Korea. Dan sekarang ayah dan ibu Rio sedang berurusan
dengan kepolisian.
Setelah mendengar kabar buruk itu akhirnya aku
memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya. Tapi usahaku sia-sia, kata salah satu
dari pembantunya dia sama sekali tidak ingin ditemui oleh siapapun. Kerjanya
setiap hari hanya mengurung diri di kamar. Tapi usahaku tak berhenti
sampai disini. Aku meminta nomer handphonenya dari salah satu
pembantunya tersebut. Dan setelah mendapatkannya aku segera pulang ke rumah.
Dan sesampainya di rumah aku langsung mengirimkan pesan melalui handphoneku
untuknya.
To
: Rio
Aku
sudah dengar kabarnya dari ayah. Aku harap kau baik-baik saja.
From
: Rio
Apa
pedulimu?
To
: Rio
Kenapa
kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku peduli, bukankah ayahmu berteman baik
dengan ayahku. Aku harap kau mau kembali masuk kuliah lagi seperti sebelumnya.
Dia tidak lagi membalas pesanku. Aku tahu ini pasti
berat untuknya. Tapi semoga dia mau menuruti pesanku yang terakhir tadi.
***
Ternyata dia menurutinya. Hari ini kulihat dia
berjalan menuju kelas dimana saat ini aku berada. Dia terlihat murung dan tidak
bersemangat. Sikapnya benar-benar berubah. Tidak seperti sebelumnya yang selalu
mengejekku saat dia melihatku. Padahal tadi dia sempat melihatku. Seperti bukan
Rio yang aku kenal.
Aku melihatnya termenung sendiri di bangku kantin.
Tanpa fikir panjang aku mendekatinya. Sambil ku bawakan sebotol minuman ringan
untuknya. Berharap itu bisa menenangkannya.
“Rio..” sapaku yang kuakhiri dengan senyuman.
Tapi dia sama sekali tak bergeming. Jangankan
menjawab, bahkan hanya untuk menolehkan wajahnya kearahku saja mungkin dia
enggan.
“hey pria sok tampan, apa kau tidak ingin
mengejekku lagi haah?” tanyaku berusaha memancing dia untuk bicara.
Tapi Rio malah berdiri dan segera berjalan
menjauhiku setelah sebelumnya menatapku. Aku sama sekali tak bisa mengartikan
apa maksud dari raut wajahnya tadi. Kurasa dia
benar-benar terpukul atas kejadian yang menimpa keluarganya. Ya, aku
rasa demikian.
Saat aku beranjak pulang menuju rumahku, aku
melihat Rio yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Seketika itu muncul ide
untuk mengikutinya. Sejujurnya aku menghawatirkan sikapnya yang berubah seperti
itu. Segera aku masuk kedalam mobilku dan membuntuti mobilnya dari belakang.
Sampai beberapa saat kemudian aku sadar bahwa ini bukan arah menuju rumahnya.
Aku terus saja mengikuti mobilnya sampai pada saat dia memarkirkan mobilnya di
halaman sebuah gedung tua yang tak terpakai. Kulihat dia turun dari mobilnya
itu dan berjalan menuju anak tangga dan menaikinya. Akupun tanpa ragu terus
membuntutinya dari jarak agak jauh karena khawatir dia akan mengetahui
keberadaanku.
Sesampainya di atas ku edarkan pandanganku ke
sekeliling berharap menemukan sosok yang aku ikuti tadi. akhirnya aku
menemukannya sedang berdiri di tepi gedung seraya merentangkan tangannya
seperti orang yang siap melompat ke bawah. Tunggu dulu, apa tadi yang aku
bilang? Melompat? Apakah Rio benar-benar ingin melompat dan bunuh diri? tanpa
menghiraukan pertanyaan-pertanyaan di otakku itu, segera aku berteriak
memanggilnya sebelum apa yang aku bayangkan benar-benar terjadi.
“Rio, jangan kau lakukan itu Rio! Aku tau kau
sangat sedih dan sangat terpukul atas kejadian ini. Tapi masa depanmu masih panjang.
Jangan kau berpikiran dengan mengakhiri hidupmu semua masalah akan selesai.”
Aku berteriak sekeras mungkin.
“apa maksudmu mengakhiri hidup?” dia menoleh dan
balik bertanya kepadaku.
“jangan bunuh diri Rio, aku mohon. Orang tuamu
pasti sedih jika sampai kau melakukan hal ini.”
“hahahahahahaha...” bukannya menjawab dia justru tertawa
terbahak-bahak mendengar pernyataanku barusan.
Dia mendekatiku dengan senyuman manisnya itu. Di
letakkannya telujuknya itu tepat di hadapan dahiku.
“hey bodoh, mana mungkin aku melakukan hal sebodoh
itu. Hahaha, kau ini memang benar-benar bodoh ya hahaha.” Jawabnya diliputi
dengan gelak tawanya.
Dengan tawanya yang seperti itu aku dapat merasakan
dirinya yang dulu kembali saat ini. Dia tidak lagi murung seperti sebelumnya.
tawanya yang selalu membuatku jengkel saat itu, dan kini aku dapat merasakannya
kembali.
“hey gadis bodoh.” Panggilnya seraya mengibaskan
tangannya di hadapan wajahku dan sukses membuyarkan lamunanku.
***
Dua minggu berlalu semenjak kejadian saat aku
mengiranya akan bunuh diri waktu itu. Sungguh aku benar-benar malu karena telah
salah menyangkanya akan bunuh diri. Dan semenjak kejadian itu, sedikit demi
sedikit kami jadi teman baik. Dia juga menjadi pribadi yang terbuka terhadapku.
Walaupun sikap menjengkelkannya masih tetap ada, tetapi tidak separah dulu.
“hey bodoh, apa kau bawa mobil hari ini? Apa tidak
ingin pulang bersamaku?” tanyanya saat kami akan pulang ke rumah masing-masing.
“heeeh, berhenti memanggilku bodoh prince of
charming. Tidak, mobilku sedang di bengkel.”
“kalo begitu ayo!” ajaknya sambil menarikku menuju
mobilnya yang tak jauh dari posisi kami saat ini.
“kyaaaa... kau ini bodoh sekali Rioooo.” Teriakku
refleks karena terkejut akan perilakunya yang tiba-tiba menarik tanganku menuju
mobilnya.
Sesampainya di halaman rumahku aku segera turun
dari Mercedes silvernya ini. Tapi
sebelum aku turun aku sempat menawarkannya untuk mampir lebih dulu sebelum dia
pulang.
“hey mr. Charming, apa kau tidak mau mampir dulu
dan bertemu orang tuaku?” tanyaku kepadanya. Terlihat ekspresinya seperti orang
yang sedang berpikir lalu mengangguk dan tersenyum.
“assalamu’alaikum.” Kusempatkan salam sebelum aku
menerobos masuk pintu rumahku.
“wa’alaikum salam.” Jawab kedua orang tuaku yang
sedang duduk di sofa ruang tamu saat ini. Sepertinya mereka sedang kedatangan
tamu.
“ayah, bunda, ada Rio.” Ujarku pada mereka.
“pa, ma, kenapa kalian ada disini?” tanya rio
kepada kedua orang tuanya yang ternyata adalah tamu yang ku maksud tadi. Dan rupanya
aku baru sadar kalau tamu ayah yaitu om Romi dan istrinya.
“Rio, papa bebas dari semua tuduhan dan semua itu
berkat om Herry ayah Yerin, yang membuktikan kebenarannya.” Ujar om Romi seraya
melontarkan senyumnya ke arah kami.
“iya Rio, ternyata papamu difitnah oleh rekan
kerjanya sendiri.” Lanjut ayah memperjelas maksud om Romi tadi.
“benarkah? Terima kasih banyak om, tante.” Jawabnya
kepada orang tuaku dengan senyum sumringahnya.
“dan..” kalimatnya menggantung lalu dengan cepat
menolehkan wajahnya ke arahku dan menggenggam kedua tanganku.
“terima kasih Yerin. Terima kasih atas semuanya.
Terima kasih atas jasa kedua orang tuamu, terima kasih atas semua dukunganmu
selama ini, terima kasih selama ini kau sama sekali tidak pernah dendam padaku
walaupun aku selalu menjahilimu. Dan terima kasih atas julukanmu padaku, Prince
of Charming. Aku menyukainya. Terima Kasih gadis bodoh.” Lanjutnya seraya
menampilkan senyum simpulnya. Aku benar-benar merasa aneh pada diriku. Seketika
jantungku memompa lebih cepat saat Rio menggenggam tanganku tadi. Darahku
terasa berdesir dengan cepatnya. Apa ini? Aku belum pernah merasakan ini
sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum senang menjawab ucapan terima kasihnya.
“oh sebaiknya kita harus berbesan Romi. Hahaha.”
Tukas ayah kepada sahabat karibnya itu.
“benar Her, bagaimana kalau kita jodohkan mereka?”
“apa? Dijodohkan?” ujarku dan Rio secara bersamaan.
**TAMAT**