Minggu, 24 Februari 2013

ME vs PRINCE OF CHARMING


Aku segera berlari menyusuri lorong kampus yang sudah sepi, karena sebagian kelas yang ku lewati memang sudah memulai jam kuliahnya. Untuk kesekian kalinya ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan ku.
“haaah sepertinya aku telat lagi.” Kupercepat gerakan kaki ku dan berharap segera sampai di kelasku.
Kini langkah ku terhenti tepat di depan pintu kelas. Dan benar saja, pak Risdan, dosen mata kuliah matematika ku sudah sampai lebih dulu di kelas dan mungkin sudah sejak tadi beliau memulai jam pelajarannya. Mengingat aku telat sudah hampir 30 menit yang lalu. Dengan ragu ku genggam handle pintu dan segera membukanya. Seketika  tubuhku bergetar hebat, ya bagaimana tidak? Ini sudah kali ketiga aku telat dalam jam mata kuliahnya. Dan pada keterlambatanku yang kedua dia bersumpah akan menghukumku jika aku terlambat lagi.  Tanpa diragukan lagi pasti aku akan kena hukumannya detik ini juga.
Pak Risdan menatapku yang mematung di depan pintu membayangkan cara apa yang akan digunakannya untuk menghukumku. Tatapannya begitu tajam layaknya seekor singa yang menemukan mangsanya dan itu sukses membuatku bergidik ngeri. Tanpa butuh waktu lama kini pak Risdan sudah ada tepat di hadapanku. Tangannya yang menggenggam sebuah penggaris perlahan digerakkan menuju kepalaku.
‘TUUUK’
“aaw, sakiiiit.” Teriakku refleks sesaat setelah pak Risdan berhasil mendaratkan penggaris kesayangannya itu tepat mengenai ujung kepalaku dan sukses membuat gelak tawa di ruangan ini memecah sesaat. Bagaimana rasanya? Jangan tanyakan itu, mungkin jika sekali lagi dia memukulku dengan kekuatan yang sama, aku akan hilang ingatan.
“itu hukuman karena kau tak menghiraukan peringatan bapak kemarin Yerin.” Katanya seraya kembali mendaratkan pukulannya di kepalaku untuk kedua kalinya, walaupun tidak sesakit yang pertama tadi.
“lain kali, jika kau terlambat lagi bapak akan melakukan yang lebih parah daripada ini. Kau mengerti Yerina Fazah Lazuardi?” Katanya seraya menyebut nama lengkapku dan tak lupa menambahkan nama keluargaku di belakangnya. Kata-katanya itu bak petir di siang bolong. Sangat mengerikan.
“baik pak. Maafkan saya.” Jawabku yang masih sibuk mengusap bekas pukulan pak Risdan tadi. Tanpa menunggu aba-aba darinya lagi, aku segera  berjalan menuju kursi kosong dan langsung mendudukinya.
“selamat datang Princess of Late. Tepat seperti dugaanku, kau pasti telat lagi. Dan memang sepertinya kau tidak akan bisa tidak datang terlambat. Iya kan Princess Yerina Fazah Lazuardi ? hahahaha.” Suara pria yang terdengar dari belakangku ini benar-benar membuat perasaanku semakin kacau pagi ini. Siapa lagi kalau bukan Prince of Charming, Kim Rio Hadiwinata. Pria blasteran Korea-Indonesia yang dikenal sebagai anak dari pengusaha properti terkaya nomer 5 se-Indonesia dengan sifatnya yang angkuh, dingin, egois, sok berkuasa, sok mempesona, dan sok paling segalanya. Dan satu lagi yang harus digaris bawahi, dia itu pria yang selalu saja mencari gara-gara denganku. Entah apa motifnya, aku tidak tahu dan memang aku tidak mau tau.
“diam kau, jangan menggodaku. Atau kau sudah bosan hidup ya Rio?” ucapku padanya dengan tatapan yang tak kalah menusuk dari tatapannya.
“oooh mengerikan Yerin.” Tukasnya dengan evil smirk-nya yang mampu membuat semua wanita terpesona setengah mati, ralat, maksudku semua wanita kecuali aku tentunya.
Aku tidak mempedulikan pernyataannya lagi dan segera mengeluarkan buku catatan dari tasku. Karena menurutku penyataannya itu tidak lebih penting jika dibandingkan dengan mata kuliah matematika ku saat ini.
“Yerin, kenapa kau terlambat datang lagi, hah?” kali ini pertanyaan datang dari wanita yang ada di sampingku.
“hehe, aku telat bangun lagi Naya. Dan kau tahu sendiri bukan bagaimana macetnya jalan di pagi hari?” Ucapku menjawab pertanyaan yang diajukan sahabatku barusan.
“issh kau ini selalu menggunakan alasan itu setiap kali kau telat. Aku sampai hafal dengan jawabanmu itu.” Aku hanya bisa nyengir dan tidak menjawab ucapannya lagi.

***

“Baiklah sampai jumpa di pertemuan yang akan datang. Wassalamu’alaikum.” Ucap pak Risdan seraya memberi salam kepada seluruh isi kelas.
“Wa’alaikum Salam Wr. Wb.” Jawab seisi ruangan dengan serempak. Sepeninggal pak Risdan, lagi-lagi Rio menggodaku.
“hai princess Yerin, besok datanglah lebih telat lagi oke ! aku ingin lihat apa yang akan dilakukan pak Risdan padamu.” Aku hanya menatapnya sinis dan segera keluar dari ruangan ini dan meninggalkannya yang sedang asik mentertawaiku. Pria itu benar-benar membuatku gila.
Ku langkahkan kakiku menuju sebuah meja ketika pandanganku menangkap sosok wanita yang selama 7 tahun belakangan ini menjadi sahabatku sedang terduduk di salah satu bangku yang ada di kantin ini sambil membaca buku novelnya. Yaa, dia itu jatuh cinta sekali pada novel. Bahkan mungkin 99% dari hidupnya diisi dengan membaca novel.
“Naya.........” panggilku sedikit berteriak saat menghampirinya. Naya menoleh sembari melontarkan senyumnya.
“sedang apa kau?” tanyaku yang sebetulnya aku sudah tau jawabannya. Ya hanya untuk sekedar basa-basi.
“oh Yerin, aku sedang membaca novel keluaran terbaru yang aku beli kemarin.” Jawabnya sambil terus memandang baris demi baris pada halaman novelnya.
“bagaimana nanti malam, kau bisa datang kan?” kali ini pertanyaanku mengalihkan perbincangan semula kami.
“nanti malam? Ooh Ya Tuhan, hampir saja aku lupa. Pasti aku akan datang Yerin.” Jawabnya dengan ekspresi sumringah.
“kalo begitu berdandanlah yang cantik. Dan kenakan pakaian yang formal, karena ayahku mengundang banyak rekan bisnisnya nanti malam.” Tukasku tak kalah sumringahnya dengan dia.
“apa itu harus Yerin?” tanyanya dengan ekspresi yang bisa dibilang sedang bingung.
“tentu saja Naya, kau tau rekan bisnis ayahku itu sebagian besar seorang eksekutif muda yang tampan. Bahkan lebih tampan dari seorang Prince of Charming itu.” Jawabku sembari memberikan penekanan pada kata ‘Prince of Charming’.
“benarkah? Hahaha kalian ini benar-benar musuh sejati rupanya.”
“dia yang memulainya Naya. Oh sudahlah, jangan bicarakan dia karena itu membuatku muak. Yasudah, datanglah nanti malam seperti yang ku instruksikan tadi. oke.” Jawabku lagi dan segera pergi darinya.

***

Jam menunjukan pukul 19.00 WIB, dan rumahku sudah dipenuhi banyak tamu undangan ayah. Hari ini adalah hari ulang tahun ayahku dan dia mengundang sebagian dari rekan-rekan bisnisnya untuk menghadiri pesta sederhana yang ayah buat, walaupun kenyataannya tidak sesederhana yang dikatakan. Mengingat ayah adalah pemilik perusahaan yang cukup ternama di kalangannya. Seperti yang ku bilang tadi, sebagian besar kolega bisnis ayah adalah seorang eksekutif muda yang berpenampilan menarik. Walaupun begitu tidak ada satupun yang menarik perhatianku.
“bagaimana Naya, apakah ada yang sesuai dengan seleramu?” tanyaku pada Naya bermaksud menggodanya.
“sama sekali tidak.” Jawab Naya sekenanya.
“ah yang benar saja kau ini. Apa tidak ada satupun?”
“lalu bagaimana denganmu? Apa ada yang mendekati kriteriamu?” bukannya menjawab Naya justru bertanya balik padaku.
Aku hanya menggeleng seraya memperhatikan penampilan para pria itu dengan seksama. Perbincangan kami terhenti ketika ayah memanggilku untuk segera mendekat kepadanya. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri ayah diikuti Naya yang berjalan dibelakangku.
“perkenalkan ini rekan kerja ayah sekaligus teman kuliah ayah dulu di Korea, om Romi Hadiwinata. Dan ini anaknya Rio.” Ujar ayah sembari memperkenalkan rekan kerjanya ini.
Mataku membulat dan betapa terkejutnya aku ketika yang kulihat di hadapanku saat ini adalah prince of charming yang sok mempesona itu seraya menunjukan senyuman sok manisnya padaku dan ayahku. Itu sungguh menjijikan.
“halo Yerina. Apa kabar?” sapanya kepadaku.
“jadi kalian sudah saling kenal sebelumnya?” tanya ayah kepada ku dan Rio.
“kami satu kampus om, bahkan satu kelas di jurusan yang sama.” Ujar Rio pada ayah sembari tersenyum simpul.
“oh bagus kalau begitu. Mungkin kalian bisa jadi teman baik seperti kami.” Ujar ayah yang langsung merangkul om Romi yang ada di sebelahnya.
“tentu saja om. Iyakan Yerina?” jawabnya bersamaan dengan pertanyaan yang dilontarkan kepadaku sambil menatapku penuh arti seakan memaksaku untuk menjawab ‘Iya’.
“oh iya tentu.” Kali ini aku angkat suara setelah sebelumnya hanya diam membisu.

***

Pagi yang cerah untuk ku lewati hari ini. Terlebih hari ini aku tidak telat  datang lagi seperti sebelumnya. Aku tidak harus berlari-lari untuk menuju kelas seperti kemarin. Ya, hari ini aku datang lebih pagi. Dan aku menang karena Rio pasti mengiraku terlambat lagi. Sesampainya di kelas aku langsung menyapa sahabatku, Naya.
“selamat pagi Naya.” Sapaanku sontak menghentikan aktifitasnya yang sedang asik membaca novel seperti biasanya.
“pagi Yerin, baguslah kau tidak telat lagi hehe.” Dia terkekeh sesaat setelah memandangku yang berdiri di hadapannya.
Tak berapa lama pak Risdan pun muncul dan segera memulai jam mata kuliahnya.
“ooh Yerin, kenapa kau tidak datang terlambat lagi haah? Padahal kan aku ingin melihat kau di hukum oleh pak Risdan, ckckck sayang sekali sepertinya princess of late tidak datang hari ini ya.” Tawanya membahana seusai menyelesaikan kalimatnya itu.
“hey Tuan Kim, tidak bisakah sehari saja kau tidak muncul di hidupku haah?” ucapku seraya menatapnya sinis.
“sepertinya tidak, hahahaha.” Dia beranjak dari hadapanku. Tapi sebelum dia benar-benar menghilang dari hadapanku dia menoleh dan mengucapkan kalimat terakhirnya.
“oiya Yerin, aktingmu benar-benar bagus kemarin malam. Hahaha.” Ucapnya sambil tertawa penuh kemenangan. Membuatku semakin geram terhadapnya.
Sebelum mood ku benar-benar hilang, kuputuskan untuk pergi bersama Naya menuju kantin. Setelah kami sampai kami segera duduk di salah satu meja di kantin ini. Tapi ternyata aku menyesali kedatanganku kesini setelah aku melihat seorang perusuh dan teman-temannya berjalan ke arahku. Sepertinya dia ingin cari gara-gara lagi denganku.
“minggir kau, aku ingin duduk disini.” Ucapnya padaku dengan gaya sok cool-nya. Tapi aku hanya diam tak menghiraukan kata-katanya barusan.
“kau dengar tidak kalau Rio ingin duduk disini?” pertanyaan itu muncul dari salah satu teman Rio yang ada di belakangnya.
“kau tidak lihat banyak tempat kosong disini hah?”
“aku ingin disini.” Jawabnya sembari melontarkan tatapan tajamnya ke arahku.
“baiklah. Ambil ini tuan Kim.” Aku langsung berdiri dan secepat mungkin meninggalkan Rio dan beberapa temannya itu.
Rio itu benar-benar menyebalkan. Pria sok mempesona yang kerjanya hanya mencari gara-gara denganku itu memang musuhku sejak awal aku bertemu dengannya. Saat itu aku tak sengaja menumpahkan air ke bajunya, dan semenjak itulah dia selalu menjadikanku bahan ejekannya. Tak hanya itu, dia juga saingan terberatku dalam bidang akademis. IP kami tak terpaut jauh bahkan hampir sama. Tanpa harus ku jelaskan lagi, kepintarannya juga sukses membuatnya populer setengah mati di kalangan para wanita di kampus ini. Sikapnya yang selalu ganti-ganti merk mobil pun juga kerap membuat dia terkenal seantero kampus. Tak lupa dengan wajah tampannya itu bak pangeran-pangeran asal korea yang selalu diidam-idamkan para wanita. Ah, apa hebatnya dia. Tapi bukan itu yang membuatku membencinya. Aku membencinya karena dia tidak bosan-bosannya mengerjaiku setiap saat sampai aku muak. Bahkan mungkin satu kampus tahu bahwa aku memang bermusuhan dengannya.

***

5 bulan kemudian

Sudah seminggu ini aku tidak pernah melihat Rio si prince of charming itu datang ke kampus. Aku tidak tahu apa alasannya. Apa dia sakit? Tidak biasanya dia bolos seperti ini. Yang aku tahu dia selalu rajin datang dan selalu memperhatikan jadwal kuliahnya. Kenapa aku jadi memikirkannya begini? Ooh lupakan saja.
Sampai akhirnya aku tahu alasannya mengapa Rio tak pernah masuk belakangan ini. Ayahku menceritakan semuanya padaku bahwa om Romi, ayah Rio dituduh sebagai tersangka dalam kasus penipuan yang melibatkan perusahaannya yang ada di Korea. Dan sekarang ayah dan ibu Rio sedang berurusan dengan kepolisian.
Setelah mendengar kabar buruk itu akhirnya aku memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya. Tapi usahaku sia-sia, kata salah satu dari pembantunya dia sama sekali tidak ingin ditemui oleh siapapun. Kerjanya setiap hari hanya mengurung diri di kamar. Tapi usahaku tak berhenti sampai  disini. Aku meminta  nomer handphonenya dari salah satu pembantunya tersebut. Dan setelah mendapatkannya aku segera pulang ke rumah. Dan sesampainya di rumah aku langsung mengirimkan pesan melalui handphoneku untuknya.
To : Rio
Aku sudah dengar kabarnya dari ayah. Aku harap kau baik-baik saja.
From : Rio
Apa pedulimu?
To : Rio
Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku peduli, bukankah ayahmu berteman baik dengan ayahku. Aku harap kau mau kembali masuk kuliah lagi seperti sebelumnya.
Dia tidak lagi membalas pesanku. Aku tahu ini pasti berat untuknya. Tapi semoga dia mau menuruti pesanku yang terakhir tadi.

***

Ternyata dia menurutinya. Hari ini kulihat dia berjalan menuju kelas dimana saat ini aku berada. Dia terlihat murung dan tidak bersemangat. Sikapnya benar-benar berubah. Tidak seperti sebelumnya yang selalu mengejekku saat dia melihatku. Padahal tadi dia sempat melihatku. Seperti bukan Rio yang aku kenal.
Aku melihatnya termenung sendiri di bangku kantin. Tanpa fikir panjang aku mendekatinya. Sambil ku bawakan sebotol minuman ringan untuknya. Berharap itu bisa menenangkannya.
“Rio..” sapaku yang kuakhiri dengan senyuman.
Tapi dia sama sekali tak bergeming. Jangankan menjawab, bahkan hanya untuk menolehkan wajahnya kearahku saja mungkin dia enggan.
“hey pria sok tampan, apa kau tidak ingin mengejekku lagi haah?” tanyaku berusaha memancing dia untuk bicara.
Tapi Rio malah berdiri dan segera berjalan menjauhiku setelah sebelumnya menatapku. Aku sama sekali tak bisa mengartikan apa maksud dari raut wajahnya tadi. Kurasa dia  benar-benar terpukul atas kejadian yang menimpa keluarganya. Ya, aku rasa demikian.
Saat aku beranjak pulang menuju rumahku, aku melihat Rio yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Seketika itu muncul ide untuk mengikutinya. Sejujurnya aku menghawatirkan sikapnya yang berubah seperti itu. Segera aku masuk kedalam mobilku dan membuntuti mobilnya dari belakang. Sampai beberapa saat kemudian aku sadar bahwa ini bukan arah menuju rumahnya. Aku terus saja mengikuti mobilnya sampai pada saat dia memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung tua yang tak terpakai. Kulihat dia turun dari mobilnya itu dan berjalan menuju anak tangga dan menaikinya. Akupun tanpa ragu terus membuntutinya dari jarak agak jauh karena khawatir dia akan mengetahui keberadaanku.
Sesampainya di atas ku edarkan pandanganku ke sekeliling berharap menemukan sosok yang aku ikuti tadi. akhirnya aku menemukannya sedang berdiri di tepi gedung seraya merentangkan tangannya seperti orang yang siap melompat ke bawah. Tunggu dulu, apa tadi yang aku bilang? Melompat? Apakah Rio benar-benar ingin melompat dan bunuh diri? tanpa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan di otakku itu, segera aku berteriak memanggilnya sebelum apa yang aku bayangkan benar-benar terjadi.
“Rio, jangan kau lakukan itu Rio! Aku tau kau sangat sedih dan sangat terpukul atas kejadian ini. Tapi masa depanmu masih panjang. Jangan kau berpikiran dengan mengakhiri hidupmu semua masalah akan selesai.” Aku berteriak sekeras mungkin.
“apa maksudmu mengakhiri hidup?” dia menoleh dan balik bertanya kepadaku.
“jangan bunuh diri Rio, aku mohon. Orang tuamu pasti sedih jika sampai kau melakukan hal ini.”
“hahahahahahaha...” bukannya menjawab dia justru tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataanku barusan.
Dia mendekatiku dengan senyuman manisnya itu. Di letakkannya telujuknya itu tepat di hadapan dahiku.
“hey bodoh, mana mungkin aku melakukan hal sebodoh itu. Hahaha, kau ini memang benar-benar bodoh ya hahaha.” Jawabnya diliputi dengan gelak tawanya.
Dengan tawanya yang seperti itu aku dapat merasakan dirinya yang dulu kembali saat ini. Dia tidak lagi murung seperti sebelumnya. tawanya yang selalu membuatku jengkel saat itu, dan kini aku dapat merasakannya kembali.
“hey gadis bodoh.” Panggilnya seraya mengibaskan tangannya di hadapan wajahku dan sukses membuyarkan lamunanku.

***

Dua minggu berlalu semenjak kejadian saat aku mengiranya akan bunuh diri waktu itu. Sungguh aku benar-benar malu karena telah salah menyangkanya akan bunuh diri. Dan semenjak kejadian itu, sedikit demi sedikit kami jadi teman baik. Dia juga menjadi pribadi yang terbuka terhadapku. Walaupun sikap menjengkelkannya masih tetap ada, tetapi tidak separah dulu.
“hey bodoh, apa kau bawa mobil hari ini? Apa tidak ingin pulang bersamaku?” tanyanya saat kami akan pulang ke rumah masing-masing.
“heeeh, berhenti memanggilku bodoh prince of charming. Tidak, mobilku sedang di bengkel.”
“kalo begitu ayo!” ajaknya sambil menarikku menuju mobilnya yang tak jauh dari posisi kami saat ini.
“kyaaaa... kau ini bodoh sekali Rioooo.” Teriakku refleks karena terkejut akan perilakunya yang tiba-tiba menarik tanganku menuju mobilnya.
Sesampainya di halaman rumahku aku segera turun dari Mercedes silvernya ini. Tapi sebelum aku turun aku sempat menawarkannya untuk mampir lebih dulu sebelum dia pulang.
“hey mr. Charming, apa kau tidak mau mampir dulu dan bertemu orang tuaku?” tanyaku kepadanya. Terlihat ekspresinya seperti orang yang sedang berpikir lalu mengangguk dan tersenyum.
“assalamu’alaikum.” Kusempatkan salam sebelum aku menerobos masuk pintu rumahku.
“wa’alaikum salam.” Jawab kedua orang tuaku yang sedang duduk di sofa ruang tamu saat ini. Sepertinya mereka sedang kedatangan tamu.
“ayah, bunda, ada Rio.” Ujarku pada mereka.
“pa, ma, kenapa kalian ada disini?” tanya rio kepada kedua orang tuanya yang ternyata adalah tamu yang ku maksud tadi. Dan rupanya aku baru sadar kalau tamu ayah yaitu om Romi dan istrinya.
“Rio, papa bebas dari semua tuduhan dan semua itu berkat om Herry ayah Yerin, yang membuktikan kebenarannya.” Ujar om Romi seraya melontarkan senyumnya ke arah kami.
“iya Rio, ternyata papamu difitnah oleh rekan kerjanya sendiri.” Lanjut ayah memperjelas maksud om Romi tadi.
“benarkah? Terima kasih banyak om, tante.” Jawabnya kepada orang tuaku dengan senyum sumringahnya.
“dan..” kalimatnya menggantung lalu dengan cepat menolehkan wajahnya ke arahku dan menggenggam kedua tanganku.
“terima kasih Yerin. Terima kasih atas semuanya. Terima kasih atas jasa kedua orang tuamu, terima kasih atas semua dukunganmu selama ini, terima kasih selama ini kau sama sekali tidak pernah dendam padaku walaupun aku selalu menjahilimu. Dan terima kasih atas julukanmu padaku, Prince of Charming. Aku menyukainya. Terima Kasih gadis bodoh.” Lanjutnya seraya menampilkan senyum simpulnya. Aku benar-benar merasa aneh pada diriku. Seketika jantungku memompa lebih cepat saat Rio menggenggam tanganku tadi. Darahku terasa berdesir dengan cepatnya. Apa ini? Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum senang menjawab ucapan terima kasihnya.
“oh sebaiknya kita harus berbesan Romi. Hahaha.” Tukas ayah kepada sahabat karibnya itu.
“benar Her, bagaimana kalau kita jodohkan mereka?”
“apa? Dijodohkan?” ujarku dan Rio secara bersamaan.



**TAMAT**

Just For Dev


Dev memandang keluar jendela. Derasnya air hujan tak sebanding dengan derasnya luka dihati Dev.
“Hai... bengong aja Dev ?” ucap Mira yang tiba-tiba datang mengagetkannya.
“Nga apa-apa” Dev menyunggingkan senyum manisnya.
“Kamu masih mikirin dia ya ?” Mira berkata lirih.
“Nggaa... ” jawab Dev singkat
“Masa sih... udahlah... lupain Dev ! masih ada orang lain yang lebih baik dari dia?” tandas Mira.
“Sulit ra, nga semudah itu... gue harap lo ngerti” jawab Dev.
Mira merasa perih saat mendengar berulang-ulang kalimat itu. Kalimat yang sering didengarnya sejak 4 bulan lalu.
“Okay..., yaudah kalo gitu gue balik ya udah malem... baaii (menepuk bahu Dev)...” Mira pun bersiap untuk pergi meninggalkan Dev di apartemen.
“Bentar banget...” tandas Dev.
“Hahahaha.... orang gue kebetulan ngelewatin apartemen lo, yaudah w mampir aja pengen liat muka sahabat tercinta gue yang lagi galau... ” canda Mira.
“Syakee lo...” lembarnya buku ke arah Mira membalas ledekannya. “Yaudah hati-hati...” pesan Dev.
“Siap bosssss......” tandasnya

13 Jun
Dear Diary...
Kapan kau akan mengerti hati ini ? hati dimana menunggumu selalu.
Lelah jiwa ini, aku ingin kau datang,
walaupun setitik senyum kecil yang kau bawa...
by : Mira

Hari ini Mira kembali datang ke apartemen Dev, saat itu telihat Dev sedang duduk dibalkon sambil memandangi sebuah foto. Terdapat fotonya dengan seorang wanita bernama Vina.
“Dev, ngapain lo ? udah sarapan lom ? w bawain makanan nih...” Dev membalikkan tubuhnya dan menghadapkan ke meja makan tempat Mira duduk.
“aku nga laper ra” ucap Dev dan kembali membalikkan badan.
“Dev... harus sampai kapan si lo kaya gini, setiap hari gue nemuin lo, tapi keadaan lo kaya gini-gini aja. Makanan yang gue bawain nga pernah sedikitpun lo sentuh.” Mira menahan air matanya yang sudah berada di ujung mata.
“gue nga laper ra... please ! jangan paksa gue, Oke..”

Dev pun segera pergi meninggalkan Mira sahabat dari SMA yang terpopuler dengan paras cantik nan tomboy-nya itu. Dev bukan tipe cowok yang bisa diatur dan dipaksa. Sebenarnya Mira tidak bermaksud untuk memakan makanan bawaannya, hanya saja ia kesal karena Dev selalu berperilaku seperti itu.
Mira berjalan menuju kursi balkon tempat sebelumnya Dev duduk, ia melihat foto yang sedari tadi terus Dev pandangi. Dibalik foto itu terdapat sebaris kalimat dengan tinta merah
My Love is Vina. I Love u now and forever...

“Forever ? fo..re...ver...” gumam Mira pelan. Lanjutnya “Apa sudah tidak ada kesempatan untuk gue? Apa gue harus tetap mengalah pada keadaan ini?” Mira pun pergi dengan beberapa tetes air mata di pipinya.
Disaat itu Dev pun kembali ke apartemennya dan dilihatnya fotonya dengan Vina di lantai. Ia berfikir, pasti Mira yang melakukannya.
Dev pun langsung pergi ke rumah Mira di perumahan DPR secara orang tua Mira adalah anggota wakil rakyat, letak perumahannya berada disebrang apartemen Dev. Sesampainya Dev dirumah Mira, ia persilahkan masuk oleh bik nana pembantu Mira. Dev pun melihat Mira sedang menangis disamping swimming pool miliknya.
“Kenapa lo ra...” Dev panic. Bagaimana tidak, ia melihat sahabatnya menangis tersedu. Mira bukan tipe cewek cengeng dan ia pun tidak pernah melihat Mira nangis, bahkan saat Mira harus putus dengan Bian pacarnya setahun yang lalu.
“Nga papa ko... tadi mata gue kelilian debu perih banget, gue kucek-kucek matanya malah keluar air mata kaya orang nangis deh jadinya....” jelasnya walaupun dengan alasan berbohong.
“Beneran nga bohongkan....” tanya Dev.
“Bener, yaudah Dev ke ruang tamu aja, tar gue bikinin minum. Lo mau minum apa ?” jawab Mira dengan mimik pura-pura ceria menutupi sakit hatinya.

5 menit kemudian, Mira membawakan minum keruang tamu untuk Dev. Saat itu, mereka hanya diam, diam dan membisu serasa hening sekali dirumah ditambah bik nana yang lagi pergi beli pulsa untuk Mira dikonter pulsa depan perum.

“Ra....” Dav pun membuka pembicaraan.
“Lo tau kan kalo gue sayang banget sama Vina, semua gara-gara gue Vina pergi selamanya. Andai saja gue dengerin omongan lo untuk nga pergi ke pesta dibar itu.. pasti Vina masih ada sampai sekarang...” entah apa yang Mira dengar serasa membuat hatinya serasa luka yang diberi perasan jeruk nipis, periihhhh banget. Mira pun mulai mengedip-ngedipkan matanya sesering mungkin agar air matanya tak jatuh. “Mira ngerti ko...” jawab Mira singkat.
Disaat tubuh Mira mulai lemah dan lunglay, Mira meminta izin ke Dev untuk ke kamar sebentar dan tak disangka disaat Mira sampai di depan pintu kamarnya tubuh rampingnya tak dapat menopang. Kakinya lemah, matanya berat  dan tak dapat melangkah dan pingsanlah Mira didepan kamarnya. Dev yang mendengar bunyi seperti orang jatuh langsung mengarahkan matanya ke arah kamar Mira, dan sontak ia bergegas menhampiri dan menggotong Mira ke kamar tidurnya dan bik nana pun belum juga datang lalu ia bawalah Mira ke RS.

Setelah ditolong dokter dan suster keadaan Mira membaik ia pun telah siuman dari pingsannya.
“Lo nga papa kan ra... sakit apa si lo... ” introgasi Dev.
“nga papa ko... Cuma kecapean aja, oh ya bik nana mana ?” tanya Mira.
“Ya Allah ampe lupa ngasih tau bik nana, yaudah w telpon dulu bik nana sekalian bawain baju salin buat lo yahh...” jelas Dev.
“Udah malam Dev, lo jemput bik nana aja gih kasian kalo dia naik taksi sendirian, please...” mohon Mira.
“Yaudah gue tinggal ya...” pamit Dev.

Tak lama Dev sampai rumah Mira dan bik nana dengan muka panic-nya menanyakan majikannya Non Mira. Dijelaskanlah kejadian saat itu dan Dev menyuruh bik nana mengambilkan beberapa baju salin dilemari Mira.
Dev pun ikut masuk ke kamar Mira saat bik nana mengambilkan beberapa baju salin untuk Mira. Dev liat beberapa bingkai foto beserta isinya, dalam foto pertama terdapat beberapa gaya narcis Mira, di bingkai ke-2 foto Mira beserta Dev dan ke-3 Dev melihat beberapa fotonya perpajang, terpajang tanpa foto Mira hanya foto Dev seorang yang berjejer kecil dan banyak terpampang rapi dibimgkai itu.
Dev pun menghampiri foto-fotonya. Tiba-tiba Dev melihat sebuah celengan yang mirip dengan celengannya, hanya saja celengan Dev bermotif wanita sedangkan Mira bermotif wanita. Dev pun mengambil celengan itu, entah apa yang ia pikirkan. Ia buka bulatan besar penutup celengan yang berada di bawahnya. Hanya beberapa carik kertas didalamnya, ia buka satu-persatu kertas kecil tersebut.

Kertas pertama
Entah apa namanya, yang pasti aku merasa perasaan ini hanya untuk mu.

Kertas kedua
Aku mulai tahu, seperti apa dirimu dihatiku.

Kertas ketiga
Mungkin salah perasaan ini.

Kertas kelima
Apa kau bukan untukku !?

Kertas keenam
Dev.... aku ingin kamu tau semua itu....

Betapa terkejutnya Devsetelah membaca semua surat kecil itu. Rasa penasaran Dev pun bertambah saat ia membuka buka Dairy Mira secara sembunyi-sembunyi dari bik nana. Ia ambil Dairy itu dan ia baca di ruang tamu. Lembar demi lembar ia buka namun hanya ada satu lembar Dairy yang ingin ia baca denga tinta merah ia bacalah dairy itu.

9 April
Dear Diary
Aku ingin melihatmu bahagia, aku rela walau harus menahan rasa sakit ini, aku ingin hanya aku selalu ada disampingmu, aku pun ingin membiarkan darahku mengalir ditubuhmu, sebagai tanda bahwa aku benar-benar ingin selalu bersamamu.
By: Mira

Ternyata 4 bulan yang lalu, saat dev dan Vina pergi kebar menghadiri pesta ulangtahun teman Vina bersamaan dengan hujan turun derasnya. Mira sudah mengingatkan mereka berdua untuk tidak usah hadir namun mereka tetap nekat pergi. Tiba-tiba diperjalanan Dev dan Vina mengalama kecelakaan. Setelah beberapa hari Vina meninggal dan Dev kehabisan darah dan memerlukan darah AB karena stok darah Rs telah habis.
Mira pun mendonorkan darahnya untuk Dev. Saat itu keadaan Dev sangat parah, ia membutuhkan darah bergolongan AB secepatnya. Hanya Mira yang berada disana, sementara keluarga dan orang tua Dev berada diluar kota. Mira tau kalau ia bergolongan darah AB. Sebenarnya Mira mempunyai anemia, dan ia tidak boleh menanggungkan resiko berat bila darahnya didonorkan pada Dev.
Dokter dan perawat pun telah mengingatkan Mira, namun ia tidak menghiraukan. Ia tetap memohon pad dokter agar Dev bisa selamat dengan darah Mira. Setelah ia mendonorkan darahnya untuk Dev, mira harus dirawat.
Kadang Mira merasa tidak kuat dengan anemiannya, ia selalu merasa lemas bila ada pikiran atau setelah melakukan suatu pekerjan.tapi kejadian tersebut tidak diketahui oleh Dev, Mira sengaja menutupi semua ini demi Dev.

Rai sudah mendengar semua kejadian itu, betapa menyesalnya Dev karena ia tidak pernah memperhatikan Mira selama ini. Saat ini Dev hanya bisa melihat Mira terbaring di ranjang rumah sakit tak berdaya. Dev berharap dan sangat berharap Mira tidak akan meninggalkannya, ia juga tidak ingin membiarkan orang yang ia sayangi kedua kalinya pergi meninggalkannya.

-SELESAI-

[Day's Story] Fathem...


Rina Handayani Pertiwi nama yang selalu terniang dalam pikiran Daey. Ya, setelah Rina meninggal hidup daey mulai dibekuki rasa penyesalan. Jika seandainya pada malam 14 Maret 2009 itu ia datang menemui Rina, mungkin kejadian itu tak mungkin tarjadi. Sosok Rina pun masih tergambar jelas dalam benak Daey, awal pertama jumpa perjumpa dipernikahan Nana & Riswan seakan selalu tersimpan dalan benaknya, bibir tipis penebar senyum damai, wajah cerah binarnya, tuturkata yang begitu lembut. Itulah alasan mengapa Daey jatuh cinta pada Rina. Selalu Daey sisihkan hari jumat pagi tuk datang menyambangi singgah terakhir wanita pujaanya yang kini beralamat di TPU Menteng Pulo Jakarta Selatan.
Pertemuan dengan Babe, lelaki paruh baya dengan pangilan tak asik lagi untuk penjaga TPU ditempat Rina dimakamkan yang kini menjadi teman curhat ketika penat menyambarinya hingga menyangkut wanita perjodohan dari sahabat dan orang tuanya. Kisah persahabatanya dengan Babe berawal disaat hari Senin pukul 07.00 yang bertepatan 7 hari meninggalnya Rina, Daey dengan necis memakai baju serba putih dengan buah tangan seikat bunga mawar dan sebuah kitab yasin akan ia lantunkan untuk Rina.
Sesampai di TPU ia mulai melangkah kakinya hingga ia menemukan nisan berwarna putih dengan balutan rumput hijau yang masih bertabur dengan bunga segar dan beberapa tulisan bela sungkawa dari jajaran staf perusahaan Ayahnya beserta rekan bisnisnya. Ada pula sebuah vas keramik diatasnya untuk menaruh kuntungan bunga yang telah dibawa pelayat untuk Rina. Begitu rapih makam Rina begitu pula makam yang lainnya. Semua makam yang disana laksana tamana yang indah buakan seperti tempat makama yang lainnya penuh dengan sampah dan menyeramkan.
Daey pun duduk disamping makam dan mulai melantunkan ayat-ayat indah Allah sembari mengingat kisah indah dengan Rina, tak sadar butiran air mata jatuh menetes membahasi buku yasin yang dibawanya, langit pun menyadari kesedihan yang di derita Daey dengan seketika hujan datang namun Daey masih enggan menghintari hujan, hingga baju putihnya basah dan kotor penuh cipratan tanah.
Babe sosok paruh baya penjaga TPU datang dengan menyambangi dengan membawa payung. suruhnya Daey untuk pulang atau berteduh sejenak dipos depan TPU.
Tepat disanalah awal perkenalan Babe dan Daey sebuah Pos penjagaan yang berada di depan samping kanan berdirilah bangunan bertembok biru.
Rasa dingin yang mulai menghingap hingga menusuk kulit Daey dan serunya Babe untuk mengganti pakaian dengan pakaiannya. Kini Daey telah berganti baju ala betawi secara Babe kental banget dengan unsur betawi, ya... dengan kaos putih dan celana bahan hitam beserta belt hijau besar bukan untuk aksesoris pakaian melainkan sebagai pengikat pinggang karen celana Babe yang terlalu besar bagi Daey. Postur badan Babe yang dibilang mirip Dedi Mizwar sedangkan Daey postur tubuh tinggi atletis layaknya pemain basket.
Cerita pun terjalin antara Daey dan Babe sembari mensluput kopi yang telah dibuat Babe. Daey menceritakan kisah pilunya. Babe terdiam dan raut mukanya pun menjadi sedih takala teringat dengan mendiang istri pertamanya yaitu Lela cewek primadona dusun kebon rambutan yang ia takhlukan dengan susah payah namun meninggal disaat usia pernikahan masih 4 hari ia jalani bersamanya.
“Lela meninggal setelah mobil dengan kecepatan tinggi datang menghantam badannya disaat ia mengantarkan makan siang untuk Babe diladang. Ya... peristiwa na-as itu, hingga sekarang masih melakat dalam benak Babe.” Ceritanya dengan nada gemetar menahan sedih namun tetap tegar.
Hujan pun telah berhenti dan Daey pun bergegas berpamitan kepada Babe setelah milihat Guess warna silver menunjukkan  pukul 17:15 dan mulai meninggalkan TPU Menteng Pulo Jak-Sel untuk acara tahlilan tujuh hari Rina meninggal.
***
Pukul 19.30 di kediaman Rina telah ramai, suasana duka masih menyelimuti. Terlihan Ibunda dari Rina bermata sembab sesekali menghapus setetes air yang jatuh. Saat itu Daey datang bersama Riswan dan Nana. Daey melihat sosok lelaki yang ia kenal sedang duduk disamping kedua orang tua Rina. Ya... sosok itu Arul calon suami Rina.
Daey pun menuju kedua orang tua Rina saat itu untuk memberikan rasa turut berduka. Namun disaat Daey ingin mengucapkan rasa duka seseorang menepis tangan Daey saat ia ingin bersalaman dengan kedua orang tua Rina dan suara layaknya stereo dengan volume tinggi terdengar.
“Ngapain Bung kesini... semua ini gara-gara loe Rina meninggal. Dengan berat hati gw dah ngelepasin dia buat loe, tapi kenapa loe nga dateng dimalam itu. Malam dimana nantinya loe akan menggantikan gw sebagai mempelai lelakinya... kemana aja loe bung.... Rina nungguin loe ditaman hingga pagi hari. Dimana perasaan loe, cewek nunggu ampe pagi hari cuma pengen ngutarain rasa...” berhenti Arul mengambil nafas.
“rasa-perasaan itu.. (lanjutnya) untung saja Nana membujuk Rina untuk pulang, disaat semua badan Rina membeku kedinginan dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya. Sampenya dirumah ia tulis sebuah surat untuk mu mungkin ia sadaer waktu itu adalah hari terakhirnya. Sekarang loe ngapain lagi disini !” Nada Arul membludak tak terkontrol hingga semua jamaah yang datang terpaku pada dua sosok lelaki Arul dan Daey.
Tangan Arul pun hampir saja mendarat di pipi Daey namun Ayah Rina menghadangnya dan menyuruh mereka masuk kedalam kamar. Ayah Rina pun mengiringnya kesebuah kamar dan ia ungkapkan semua rasa sedihnya.
“Rina adalah anak pertama saya dari dua anak yang saya punya. Dia sosok anak berbakti dan tak pearnah mengeluh disaat penyakitnya mulai mengrogoti tubuhnya. Sekarang dia telah pergi, untuk apa kalian bertengkar Rina sudah tidak tidak ada lagi, kalian hanya membuat malu kami jika masih bertengkar seprti yang terjadi diluar. Malu saya...!” lontarnya Ayah Rina kepada Arul dan Daey.
Acara tahlilan masih berlanjut namun tanpa Arul dan Daey karena dia disurh pulang oleh Ayah Rina. Walaupun mereka saat itu mengelak.
***
Setelah malam itu Daey merasa makin bertambah salah, hari makin berganti dan hari jumat pun tiba ia beli sebuah mawar sebelum ia mengajar ia sempatkan datang ke TPU dan menceritakan hidup seminggu ini kepada batu nisan Rina. Lalu ia beranjak ke pos dimana ia biasanya mendapatkan kopi dan nasihat petuah dari Babe. Setelah itu ia pun langsung beraktivitas mengajar seperti biasanya.
***
Tiga tahun berlalu. Daey masih belum menemukan sosok Rina yang ia cari hingga suatu hari disaat ulang tahunnya yang ke 30 tahun ia diberi wejangan oleh orang tuanya mengenai pernikahan dimana orang tua Daey ingin melihat Daey menikah dan mendambakan seorang cucu darinya.
“Umur kamu sekarang sudah mapan untuk menikah, apakah kamu tidak ingin menikah Daey ?” tanya Umi.
“Daey masih belum menemukan pendamping yang cocok mi !” balas Daey
“Abah punya sahabat, anaknya cantik, sopan, pintar dan sudah seminggu ini dia baru pulang dari Singapure menyelesaikan tugas S2-nya. Kamu mau Abah kenalkan dengannya ? sekalian kita bersilaturahmi dengan keluarganya. Abah sudah lama nga main kerumahnya.” Timpal Abah
“Tapi bah... ?” Daey mengelak
“Abah ingin sekali melihat kamu menikah sebelum abah meninggal dan abah ingin merasakan menimang cucu Daey. Kamu adalah satu-satunya anak abah dan umi !” jelas Abah.
 “Abah dan Umi langsung teringat kamu disaat Abah dan Umi menyambangi rumahnya 3 tahun yang lalu, dan Abah meminta sahabat Abah untuk mengikatny dalam perjanjian perjodohan...” TINDAS Umi kala itu.
Daey pun hanya terdiam dan tiba-tiba terucap kata-kata tanpa ia fikirkan lebih jauh lagi. Terlontarlah dalam bibirnya.
“Jika menurut abah ia adalah gadis yang cocok untuk aku, maka kenalkan aku dengannya dan buat resepsi secepatnya. Aku nga mau membuat kalian kecewa dan merasa aku berduhaka.” Jawabnya dengan nada bijak namun penuh arti.
Keesokan harinya abah menelphone sahabatnya dan membicarakan mengenai janji pada waktu 3 tahun yang lalu dan tujuan esok ia datang kerumah gadis itu serta  memastikan apakah anaknya belum dipinang oleh orang lain.
***
Hari minggu tepatnya keluarga Daey datang mengunjungi rumah sahabat Abahnya beserta calon istri tepatnya untuk Daey. Dirumah Abah dan Umi tengah sibuk dengan baju yang chic untuk bertemu calon mantu idamannya. Walaupun mereka belum tau apakah calon menantunya itu akan memilih Daey sebagai imamnya kelak. Daey dengan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu sama dengan perasaanya masih bimbang dengan keputusannya itu.
Mulailah Daey mengucapkan “Bismillahirahmanirrahim” Daey mengarahkan  mobil Cadillac Escalde ESV milik Abahnya itu menuju rumah yang beralamat di Jalan komplek Pulo Indah blok 9D Jakarta Timur.
***
Sesampainya disana klakson dibunyikan sinyal untuk dibukaan gerbang oleh satpam rumah. Gaya rumah minimalis clasic sudah menyambut dan Daey mulai memakirkan mobilnya tepat di samping mobil Jazz merah.
Terlihat seorang gadis anggun paras arabic dengan pakaian gamis panjang warna kontras merah kuning tercampur membentuk wave itu menebar senyum manis kepada Daey dan keluarga, Abah dan Umi membalas senyum itu. Kecuali Daey yang hanya diam dan sesekali matanya melihat sekeliling kebun penuh dengan tanaman Bongsai, Angrek dan Evorbia.
Umi menyodorkan bingkisan yang dibungkusan chiamik kepada Fathem pangilan gadis itu dengan nama lengkap Kaneza Willa Fathem dan Fathem menerimanya sampil mencium tangan Umi dan Abah. Umi pun memuji penampilan Fathem saat itu juga.
“Wah!! Malam ini  Fathem cantik sekali. Cocoklah” Ucap Umi padanya sambil melirik Daey. Ucapan itu membuat sebuah tanda tanya besar dihati Daey. Cocok?
”Ah, Bu Ranti bisa saja. Terima kasih atas pujiannya” Sahut  Fatem dan bergegas ke dapur dan mengambil minuman dibelakang. Lalu menyodorkan satu persatu minuman dan makanan ringan yang ia taruh dimeja dan mempersilahkan.
Tiba-tiba saja kedua mata Fathem beradu pandang dengan Daey saat memberikan minum pada Daey, namun sejenak Daey memalingkan pandangan kearah Bu Dina orang tua dari Fathem. Dan mengucapkan terimakasih saat fathem beranjak pergi. Awalnya Fathem disuruh mamanya untuk tetap tinggal diruang tamu tapi ia menolaknya.
Abah langsung menjelaskan dengan jelas maksud kedatangannya beserta keluarganya.
”Ya, tujuan kami datang kesini ini kan, selain untuk menyambung silaturrahim juga untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting, menyangkut anak-anak kita yang sudah besar-besar. Betul tidak Pak, Bu?”
”Ya ya, betul betul” Sahut Pak Sardi.
”Saya yakin Bapak sama Ibu pasti sudah tahu apa tujuan kami datang kesini” Lanjut Abah.
”Saya hendak melamar putri kalian untuk anak kami, Daefan Yaslan. Bagaimana Pak, Bu?”
”uhuuukkk!!” Daey pun tersendak dan tak menyangka bahwa apa yang ia bicarakan kemarin ternyata serius. Dan Fathem yang mendengarnya pun sempat tak heran karena ia telah mengetahui masalah ini 3 tahun yang lalu.
Ia mulai merasa jatuh cinta pada Daey saat orang tuanya memberikan foto Daey padanya. Walaupun sebelumnya ia mengelak untuk dijodohi.
Keringat dingin tiba-tiba saja membasahi sekujur tubuh Daey. Perlahan Daey menarik nafas mendengar jawaban Pak Sardi.
”Ya, kami sangat senang atas keinginan Bapak dan Ibu untuk menjadikan anak kami sebagai menantu. Merupakan suatu kebanggaan bagi kami bisa berbesan dengan Bapak dan Ibu. Dengan senang hati kami menerima pinangan itu. Semoga ini menjadi langkah awal untuk kebaikan kita bersama.”
”Amin!” Jawab semuanya serentak.
Dalam hati Daey bertanya-tanya. Kenapa Abah mengambil keputusan yang benar benar sulit bagiku, ku sangka pembicaraan kemarin hanyalah gretakan saja ?
”Fathem ! Kesini sebentar Nak!” Panggil Bu Dina.
”Iya Ma, sebentar” Sahut Fathem sambil menata diri agar tidak tampak gugup. Daey pun melihat Fathem dengan wajah tanpa arti dan membuat Fathem menjadi tambah gugup.
”Kamu sudah mendengar kan, Apa yang barusan kami perbincangakan?” Tanya Bu Dina kepada anaknya itu sambil mengusap-usap bahunya. Fathem mengangguk pelan.
”Lalu bagaimana dengan kamunya? Menerima tidak?” Tanya Bu Dina.
”Dengan segala kerendahan hati, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang aku miliki, maka dengan menyebut nama Allah... Aku menerimanya” Fathem pun menjawabnya.
Semua yang ada diruang tamu tertawa bahagia. Kecuali, Daey. Fathem menatapnya dengan penuh tanya. Ada apa dengannya? Dia hanya menunduk. Sesekali bibirnya tersenyum ketika matanya menatap wajah Bu Dina dan Pak Sardi. Daey pada malam itu hanya diam hanya menjawab apa yang sebaiknya ia jawab. Abah, Umi, Pak Sardi, dan Bu Dina mulai membicarakan semua proses pernikahan. Daey pun hanya terdiam dan mendengarkan apa yang mereka katakan.
Semuanya sudah ditentukan. Prosesi pernikahan jatuh pada tanggal 23 Juni 2012. Dan mahar, Fathem minta agar Daey cukup memberikan aku seperangkat alat shalat, satu buah Al-Qur’an, sebuah cincin emas. Setelah semua selesai dan beres dengan rapi, Daey dan keluarganya pamit pulang. Fathem pun ikut mengantarkan mereka sampai depan pintu.
***

Setelah tiba dirumah Daey langsung masuk ke dalam kamar dan mulai mengambil secarik kertas yang nantinya akan ia berikan kepada Fathem. Keesokan harinya pagi-pagi sekali Daey berangkat menuju rumah Fathem dan memberikan surat yang telah ia buat semalam kepada Pa Jo (satpam) yang telah berada di depan gerbang. Turunlah Daey dari satrianya.
“Pak saya titip ini untuk Fathem ya...! tolong sampaikan dari Daey...” pesannya pada satpam itu.
“Baik, tidak masuk dulu...” tanya satpam.
“tidak, saya musti balik ke kampus untuk mengajar. Terima kasih pak.” Sahutnya dan langsung cau dengan motor satria.
***

Pak Jo panggilan satpam dirumah keluarga Fathem itu, Pak Jo pun langsung memberikan surat yang telah diamanatkannya untuk diberikan kepada majikannya yang paling cantik nan baik hari itu.
“Mba Fathem... (panggilnya), ada surat dari Mas Daey...” seru Pak Jo kepada Fathem.
“Ciee... baru semalem ketemu, pagi-pagi udah dapet surat cinta aja...” canda mamanya.
Dengan rasa senangnya, Fathem langsung beranjak ke kamar untuk membaca surat dari Daey. Rasa senangnya berubah takala ia membaca surat dari Daey yang berisi...

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Kepada yang terhormat
Kaneza Willa Fathem
Di tempat

Aku sengaja menulis surat ini dengan tulisan tanganku sendiri. Berharap kau bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan ketika orang tuaku memaksaku untuk segera menikah. Asal kau tahu saja, pinangan atas dirimu sebenarnya bukan aku yang menginginkan, melainkan orang tuaku.
Mereka bilang, mereka ingin sekali melihat aku anaknya cepat-cepat menikah dan mendapatkan cucu dari ku. Ia pun memilih mu menjadikan mantunya sejak pertama kali melihatmu 3 tahun yang lalu, hati mereka langsung tergerak untuk menjadikanmu sebagai menantu. Lagi pula orang tuaku dan orang tuamu berteman sejak lama. Tapi maaf, itu semua diluar kemauanku. Dan maaf sekali lagi, aku tidak pernah berniat menikahimu. Semua ini adalah rencana orang tuaku dan orang tuamu untuk menjodohkan kita.
Aku tahu hal ini adalah hal bodoh yang pernah aku lakukan sepanjang hidupku. Aku juga tahu bahwa jika semua ini benar-benar terjadi, maka akan banyak orang yang aku bohongi. Terlebih lagi, aku akan menjadi seorang pecundang dan pengecut karena telah menyakiti perasaanmu.
Pernikahan bukanlah suatu hal yang main-main untuk dijalankan. Terlebih lagi bila tidak dilandasi dengan rasa cinta. Sesungguhnya, masih ada ’nama’ lain yang mengisi relung hatiku hingga saat ini.
Mungkin ketika membaca surat ini, matamu sudah dipenuhi dengan air mata. Aku akan berusaha mengganti air matamu itu dengan usahaku untuk dapat mencintaimu. Maaf, beribu-ribu maaf aku minta kepadamu.
Dan tolong jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Aku yakin kau mengerti seperti apa posisiku. Sekian dulu surat dariku. Bila semua ini kurang berkenan dihatimu, mohon dibukakan pintu maafmu untukku.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Dari Seorang Pengecut


Daefan Yaslan


Surat itu membuat hati Fathem hancur disangkanya surat cinta dari Daey namun petaka bak petir menghujam jantungnya. Esok paginya Fathem berbincang pada kedua orangtuanya untuk membatalkan acara pernikahan dengan Daey, sontak kedua orang tua kaget dan tak menginkan hal tersebut.
***
Tak terasa hari pernikahan Daey dengan Fathem tinggal menghitung hari. Tradisi Daey menyambangi TPU tetap ia jalankan setiap Jumat pagi, semua kisah hidupnya selalu ia ceritakan pada Rina dan tak ketinggalan Babe. Babe pun hanya memberikan nasihat
“jangan kau sakiti hati wanita karena jika menyakitinya berarti kau menyakiti hati ibumu sendiri !” kata Babe selalu menjadi bekal dalam diri Daey untuk mulai belajar mencintai Fathem walaupun menurut Daey sulit untuknya melupakan kenangan antara dirinya dan Rina.
***
Tanggal 23 Juni 2012 acara pernikahan Daey dan Fathem digelar tampak Daey tegang saat mengikrarkan janjinya kepada agama untuk menuntun Fathem menjadi wanita yang lebih baik dan selalu menjadi ma’mum dalam kesehariannya. Dengan membaca “Bismillahirrahmanirrahim” Deay mengucapkan kesediaannya menjadi suami dariFathe.
Rona wajah Fathem sedih bukan karena terharu namun karena suaminya tidak menikahinya dengan landasan cinta melainkan rasa paksaan. Daey pun menyadari itu. Mungkin semua yang lain beranggapan beda dengan hal tersebut.
Rumah yang telah disiapkan oleh orang tua Daey sebagai tempat keluarganya kelak telah ditampati Daey dan Fathem.
***
Hampir dua tahun usia pernikahan Daey dan Fathem, namun Daey masih saja belum dapat mencintai Fathem sepenuhnya. Padahal Fathem telah menjadi istri yang penyabar dan selalu menjadi istri yang baik dimata Daey, namun Daey masih saja belum dapat mencintainya.
Malam itu Daey selalu pulang hingga larut malam tanpa mengabarkan Fathem, istrinya yang dirumah gelisah memikirkan sualinya yang belum jua pulang. Daey pun pulang disaat Fathem sudah ketiduran di ruang tamu dan ia bangunkan Fathem.
Pagi harinya Fathem tak tahan dengan sikap Daey yang selalu berperilaku dingin kepadanya. Fathem pun mengeluarkan semua unek-unek yang ada diotaknya.
“Kamu nilai aku apa Mas... patung atau robot yang tidak mempunyai hati. Aku seorang wanita yang menginginkan rasa cinta, perhatian dan kasih sayang dari seorang suami... (isak tangis Fathem mulai terdengar) setiap hari ku bangun memasak, menyuci, menyetrika, selalu menunngumu disaat kau belum pulang agar kita bisa makan malam bersama, memberikan perhatian. Semua ku lakukan pekerjaan ku sebagai istri dengan ikhlas dan berharapku mendapatkan imbalan cinta dan kasih sayang darimu tapi apa balasanmu, kau hanya pergi ke kuburan itu dan menceritakan semua kejadian yang telah kau alami disebuah nisan yang tanpa memberikanmu jawaban dari semua yang telah kau cerita. Selalu membawa seikat bunga mawar...” isak tangis dan rasa kecewa yang hinggap di hati Fathem mulai meloncak.
“Demi Allah.... saya iri dengan nisan yang kau sambangi di setiap jum’at pagi. Iri dengan sebidang batu yang dapat menakhlukkan hatimu...” tambah jelasnya
“Aku sudah nga kuat Mas...” Fathem berhenti berkata
“Aku ingin kita pisah saja...” lanjutnya, dengan derai air mata dan rasa kecewa ditariknya dua koper berwarna hitam dan merah yang berisi semua baju-bajunya dari dalam kamar dan bergegas meninggalkan Daey yang hanya duduk terpaku di sofa kamar.
Daey tak dapat berkata satuh katapun, semua yang dikatakan Fathem benar. Andai saat itu Daey tidak mengucapkan kata-kata “terserah” kepada kedua orang tuanya, mungkin kejadiannya tidak seperti ini. Mungkin ia tak akan bertemu dan menikah dengan Fathem.
Sepeninggalnya Fathem dari rumah Daey mulai merasa kehilangan. Tak terasa Fathem telah pergi selama seminggu dalam kehidupannya.
Ras beda dimana ia rasakan saat dirinya pulang malam, biasanya ada wanita yang menunggunya di ruang tamu hingga pulas tertidur dan ia pun merindukan masakan dan suara lembut penuh perhatian dari Fathem yang biasanya selalu tak ia pedulikan.
***
Hari jum’at pagi ia pun datang kesinggah sana Rina di TPU Menteng Pulo, dengan tidak membawa seikat mawar merah seperti biasanya dan ia kesana bukan dengan maksud menceritakan semua pengalaman kisah hidupnya selama seminggu ini. Namun sebaliknya berpamitan dan meminta maaf untuk tidak sesering biasanya untuk datang melayatnya.
Daey mulai menyadari bahwa Fathem adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk memperindah hari-harinya dan melengkapi tulang rusuknya yang hilang.
Dengan rasa semangat tanpa rasa takut ia mulai meluncurkan satria hitamnya menuju Kompleks Taman Pulo Indah Blok 9D, untuk menjemput sang bidadarinya tersebut.
Sesampainya disana Daey yang ingin bertemu dengan Fathem di-introgasi oleh kedua mertuanya. Tak beberapa lama ia menceritakan semua permasalahan yang terjadi, hingga akhirnya Daey disuruh kekamar Fathem oleh kedua.
Masuklah ia kedalam kamar Fathem. Daey pun dengan rasa bersalahnya datang mendekati Fathem yang kala itu sedang duduk diranjang.  Berlutut Daey dihadapan Fathem dan mengucapkan rasa terima kasihnya karena telah bersabar untuk mendapatkan hatinya. Sambil meminta maaf sedalam-dalamnya dan tanpa disadari air mata Daey menetes ditangan Fatjem saat ia pegang tangannya.
Fathem merasa luluh mendengar semua kalimat yang dikatakan oleh Daey dan kini dimulailah awal sebuah kehidupan keluarga yang indah penuh dengan cinta dan kasih antara Daey dan Fathem.

Selesai