Kurasa saat ini kau tengah
membaca suratku dan ku harap saat kau membaca surat ini, kau sedang tersenyum,
ku mohon tersenyumlah lagi kepadaku, seperti saat itu—
"Kenapa kau ke sini, Kurosaki-kun?"
Tanganmu mengepal erat keranjang bunga dengan gemetaran dan mata sang pria
mengetahuinya.
"Tentu saja mengantarmu
Inoue, ayo kita ke makam orangtua dan kakakmu."
"Ma..maaf merepotkan, arigatou,"
ucapmu, diselingi rona merah di pipimu karena malu bercampur senang, akan
perlakuan pujaan hatimu yang selalu ada dalam mimpimu.
"Bicara apa kau ini, kita
kan sudah berteman lama dan hal ini bukanlah hal yang merepotkan. Lagipula aku
sudah berjanji dengan kakakmu, akan selalu menjagamu."
Rona merah semakin nampak jelas
di wajahmu dan kau berusaha menyembunyikannya dengan menunduk, tatkala pujaanmu
tersenyum tulus kepadamu.
—meski itu semua karena
janjimu kepada kakakku, tetapi tidak apa, aku sangat menyukainya. Kau tahu
Kurosaki-kun, aku tak hanya menyukai senyummu, tetapi keseluruhan dari dirimu
termasuk juga warna rambutmu.
"Ichigo kau makin
menyeramkan saja dengan wajah cembetut seperti itu, apalagi rambutmu terlalu
mencolok, seperti berandalan saja."
"Apa aku seperti berandalan
Asano?" Empat perempatan nampak bertengger begitu indah di kening Ichigo
membuat Keigo Asano langsung lari ketakutan seperti di kejar-kejar setan.
"Haah, lagi-lagi gara-gara
rambut ini. Ini kan warna alami, memang kenapa dengannya, biar jabrik kan tetap
keren dan lagi aku bukan yakuza, mendokusai."
"Hihihi," tanpa kau
sadari wajahnya kini berada dalam jarak yang begitu dekat denganmu dan ketika
kau membuka matamu, betapa terkejutnya dirimu mendapati pemandangan pertama
yang terlihat indra penglihatanmu adalah wajah tampan pangeranmu.
"Kau kenapa, ingin
mengejekku juga?" tanyanya ketus dan kau tengah berusaha sekuat tenaga
mengatur detak jantungnya yang tak menentu.
"Tidak kok, justru aku
menyukainya, karena warna rambutmu begitu terang membuat semua yang melihatmu
merasa hangat." —Blush, kau merona karena kata-katamu.
Tetapi aku tahu seberapa besar
perasaanku padamu, kau tetap tak akan menyambutku karena ku tahu di hatimu
sudah terisi oleh orang lain…
"Otanjoubi omedetau,
Kurosaki-kun, i…ini terimalah." Kau memberinya sebuah bingkisan
berwarna jingga membuat waktu istirahat di kelasmu semakin meriah karena
ulahmu—idola sekolah-bingkisan-Ichigo Kurosaki.
"Arigatou Inoue,"
Ichigo menggaruk belakang kepalanya—salah tingkah—, sementara kau hanya
menunduk saking malunya.
"Hei, Rukia hari ini aku
ulang tahun, apa kau tidak berniat memberiku hadiah?" Dan sejuta sembilu
bagai mengiris dadamu karena bukan hadiah darimulah yang diharapkannya.
Semenjak hari itu aku berusaha
membunuh perasaanku padamu, karena ku tahu bahkan langitpun tidak berpihak
padaku.
Bel pulang berbunyi membuat
setiap siswa berbondong-bondong keluar untuk segera pulang. Namun sayangnya
keinginan mereka terpatahkan oleh hujan yang dengan derasnya mengguyur kota
Karakura. Hal itu pulalah yang membuatmu menunda kepulanganmu, karena dirimu
tak membawa payung.
Dinginnya suasana sore itu tak
kau rasakan karena sakitnya hatimu.
"Mau ikut Ichigo?"
Gadis cantik bersurai hitam itu menawari pujaanmu untuk berbarengan memakai
payung dan ternyata Ichigo menerimanya, membuat hatimu menjadi semakin sakit.
"Tak ku sangka kau sepintar
ini Rukia."
Akhirnya aku mengambil keputusan
ini, pergi menjauh dari hadapanmu. Saat aku memutuskan untuk menghilang dari
hadapanmu, ingin rasanya aku mengucapkan selamat tinggal secara langsung
padamu, namun aku tidak sanggup.
Upacara perpisahan baru saja
selesai, kini kau bukan lagi murid SMA. Tidak seperti teman-temanmu yang lain,
kau nampak paling tidak ingin membicarakan masalah studi selanjutnya, pekerjaan
ataupun masa depan, kau bahkan tidak mempedulikan Chizuru yang terus merengek
sambil memelukmu karena tidak mau berpisah denganmu atau Tatsuki yang berusaha
melepaskan pelukan Chizuru darimu, karena hatimu terasa begitu hampa.
Kau terus berjalan dengan
perasaan kalut, sampai kau menemukan kepala jingga yang tengah bersandar pada
pohon sakura, kau tersenyum, merasa beruntung bisa melihat wajah teduh
malaikatnya tetapi di detik berikutnya kau terluka.
"Kurosaki-kun, jika
saja kami-sama memberiku lima kehidupan, maka di setiap lima kehidupanku yang
berbeda, aku akan bertemu dengan orang yang sama dan jatuh cinta lagi pada
orang yang sama pula yaitu dirimu. Dan aku ingin makan donat di setiap tempat
yang berbeda dalam lima kehidupanku."
Kau menangis dan bunga sakura
yang berguguran bagaikan mengerti akan perasaanmu. Dengan keberanian yang entah
kau dapat darimana, kau mencium keningnya sebelum pergi menjauh dari
kehidupannya.
Setelah aku benar-benar pergi
dari kehidupanmu, hidupku menjadi begitu kosong karena rasa rindu yang selalu
mendera hatiku. Sampai suatu ketika, kami-sama mempertemukan kita.
"Maaf aku pesan Hot
Chocholatte dan donat tiramisu," suara itu begitu familiar di
telingamu dan ketika kau membalikkan badanmu mulutmu serasa kelu, tak sanggup
mengeluarkan sepatah katapun. Perasaan senang, terkejut, takut,
bercampur-campur menjadi satu.
"Inoue, apa kabar? Apakah
kau baik-baik saja, selama ini aku mencari tahu keberadaanmu dan ternyata kau
bekerja di sini. Pantas aku tidak pernah menemukanmu, kau sudah tidak tinggal
di Karakura lagi rupanya," jelasnya panjang lebar, kau pun berusaha
menajamkan pendengaranmu menyakinkan dirimu bahwa kau tidak salah dengar.
Kini kau kembali menghiasi
hari-hariku yang suram Kurosaki-kun dan membuatku kembali berharap akan
cintamu.
"Maaf Inoue, apa aku
telat?" ucapnya cepat berbalapan dengan deru nafasnya karena berlari.
"Kau tidak apa-apa
Kurosaki-kun? Tidak kok, kau tidak telat. A..aku juga ba..baru sampai."
Dusta, itulah yang kau lakukan, bahkan aspal yang kau injak pun mengetahui
bahwa kau tengah berdusta. Ya, kau telah dua jam menunggu kedatangan pangeranmu
dengan perasaan was-was apakah dia akan datang atau tidak. Lalu begitu
bersyukur ketika kau melihat siluet rambut jingga menghampirimu dan membuatmu
bisa bernafas lega.
"Kurosaki-kun, kau mau ke
mana dulu?"
"Terserah kau saja Inoue,
aku ingin tahu semua tempat menarik di Las Noches, kau bisa memanduku
kan?"
Namun harapanku kembali pupus,
saat aku putuskan untuk kembali mengunjungi Karakura dan berharap bisa membuat
kenangan indah denganmu, sebelum aku harus kembali kepada penatnya pekerjaanku
di Las Noches.
Kau sudah berdandan begitu wah
hari itu, setelah sebelumnya kau mengmbil cuti dari pekerjaanmu sebagai kasir
di café donat. Pagi-pagi buta kau pergi dari Las noches pulang ke Karakura
—kota kelahiranmu— untuk menemui orang-orang yang begitu berarti dalam hidupmu;
Ibumu, Ayahmu, Kakakmu dan tentunya Kurosaki Ichigo.
Kau berniat untuk menemui Ichigo
terlebih dahulu dan mengajaknya ke makam keluargamu. Namun baru beberapa meter
sebelum kau mencapai rumah Ichigo, sepasang mata indahmu harus tersuguhkan
pemandangan yang begitu mengoyak hatimu; Ichigo Kurosaki dan Rukia Kuchiki
tengah berpelukan.
Tanpa kau tahu kejelasannya,
dirimu langsung berlari begitu saja, menjauh dari mereka dengan tangisan yang
mengiringi kepergianmu.
Tetapi sebenarnya, ada apa di
balik pelukan mereka yang terlalu takut untuk kau ketahui alasannya?
"Ichigo, arigatou
gozaimashita! Berkat kau, akhirnya Renji melamarku."
"Cih tak ku sangka temanku
yang serampangan ini akan menikah dengan Abarai-sensei."
Aku pun memutuskan untuk
benar-benar menjauh darimu, Ichigo Kurosaki, karena tak akan pernah ada diriku
di hatimu.
"Maaf nona, apakah Orihime
Inoue masih bekerja disini?"
"Dia sudah tidak bekerja
disini tuan, memangnya ada apa?"
"Arigatou gozaimashita."
Diam-diam kau menatap punggungnya
dari meja kasir.
"Siapa dia, kenapa kau
bersembunyi, kau tahu dia begitu kecewa…" gadis berambut hijau itu
berkacak pinggang dengan pandangan menyelidik sementara kau hanya menggeleng
sebagai jawaban—menghindar, itulah yang tengah kau lakukan.
Hingga aku tahu sebuah fakta yang
mengejutkan, hidupku tidak akan lama lagi Kurosaki-kun. Jujur aku pun tak
menyangka bahwa aku menderita kanker—
"Inoue-san.."
"Aku sakit apa dokter?
Katakan saja, apa separah itu." Kau menduga-duga sendiri seberapa parah
penyakitmu dari cara dokter berkepang itu menatapmu.
"Maaf Inoue-san, tapi
aku harus mengatakan ini padamu, kau positif kanker, ada kanker di lambungmu
dan sudah stadium empat."
—kanker lambung, sungguh aku
begitu terkejut mendengarnya. Aku bertanya-tanya pada diriku, apa yang
membuatku sampai harus mengidap penyakit ini? Apa karena masakanku yang aneh,
ya?
"Aku yakin masakanmu masih
enak Hime, aku ya yang pertama kali mencobanya, kumohon."
"I..ini," kau ragu
memberikannya karena kau ingin memberikan masakanmu untuk Kurosakimu.
"Uwekk, Hime-chan apa
kau segitu membenciku, hiks, kenapa kau berikan aku sampah."
"Plakkk," wajah Chizuru
menjadi sasaran panci Tatsuki yang berusaha melindungimu.
Mungkin saat kau selesai membaca
surat ini, aku sedang bermain bersama Kak Sora di sebuah taman dan berpiknik
ria bersama kedua orangtua kami. Maafkan aku Kurosaki-kun, karena sekali lagi
aku tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepadamu secara langsung. Ku harap
setelah ini kau bisa hidup bahagia bersama Kuchiki-san, aku akan selalu
mendukung langkahmu karena kau adalah Matahariku..
Kurosaki-kun, aku punya sebuah
permintaan dan ku harap kau tidak keberatan, saat kau mengantarkanku kesana
janganlah berwajah murung tetapi kau harus tersenyum dan bolehkah aku
memanggilmu Ichigo?
Arigatou, Ichigo-kun atas semua
yang kau berikan kepadaku dan selamanya aku akan selalu mencintaimu Ichigo-kun,
karena di hatiku akan selalu terukir namamu, aishiteru..
"Inoue, kenapa kau
meninggalkanku? Kau salah paham Inoue, selama ini aku sangat mencintaimu.
Jangan tinggalkan aku sendiri Inoue, kenapa kau begitu tega padaku,
kenapa?"
"Kurosaki-san,
tenangkan dirimu," dokter cantik bernama Unohana Retsu tengah berusaha
menenangkan Ichigo dengan menepuk bahunya, memberikan empati yang begitu besar
akan kisah hidupnya yang menyedihkan.
"Tenang, bagaimana aku bisa
tenang dokter, sedangkan orang yang ku cintai telah tiada sementara aku belum
pernah mengatakan perasaanku yang sebenarnya." Ichigo menangis mendapati
fakta yang ada, dirinya sungguh menyesal karena tak sempat memberikan kebenaran
kepadamu..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
"Aku turut berduka Ichigo,
tapi ku harap kau jangan seperti ini terus, apa kau ingin melihat Orihime
menderita karena melihat betapa menyedihkannya dirimu?"
"Kau benar Rukia, aku memang
menyedihkan, seandainya saja aku menuruti kata-katamu untuk menyatakan
perasaanku padanya saat perpisahan, pasti dia tidak akan semenderita ini."
"Ichigo.." Rukia hanya
bisa memandang hampa sahabatnya yang hanya diam memandang makam sang pujaan,
kelu itulah yang Rukia rasakan, rasanya kata-kata apapun tak akan cukup untuk
dia keluarkan sementara tunangannya —Renji Abarai selalu setia menguatkannya.
"Kurosaki, kau harus
tersenyum setidaknya biarkan Inoue melihat senyummu bukankah itu yang dia
butuhkan agar dia bisa kuat disana?"
"Sensei…"
Benar, itulah yang di butuhkan
putrimu, pangeran. Kebahagianmu bukanlah kesedihanmu karena dari atas sana
pujaanmu akan selalu mengawasimu entah kau percaya tau tidak…
"Ichigo, maafkan aku,
seandainya aku tidak menuruti kata Orihime dan memberitahumu dari awal."
"Sudahlah Tatsuki, kau tidak
salah, ini memanglah takdir Kami-sama. Tapi aku yakin
cintaku kepadanya pasti akan sampai dan selamanya aku dan Orihime akan saling
mencintai. Eh kau juga Tatsuki tersenyumlah untuk sahabatmu jangan berwajah
jelek seperti itu."
"Apa kau bilang, huh dasar
kepala duren."
"Hahahaha."
Mereka semua tertawa seperti yang kau inginkan, jadi berbahagialah
disana nona dan tunggulah pangeranmu.._Agidia's Story_
kya pernah baca -___-
BalasHapusciyeeee .. baru sehari make udh keren nih blog'y .. kalah nih punya gw . haha ..
gua juga kaga ngarti jadi begini aja daah nih, gua bingung maenin nya, tapi gpp daah seru juga bikin penasaran.
Hapussetan kali penasaran -_- haha
Hapuselu dong berarti ?? hahaha *peace (>__<)v
Hapuseeeeeetttt dah nih tulisan ngintilin gw bae dah .. ckckckck
Hapustulisan apahan ?
Hapus